Sabtu, 07 Juni 2014

Tarian Cinta Di Atas Badai


TARIAN CINTA DI ATAS BADAI
Oleh : Khairiyah*


“Seperti embun dalam keheningan
Ku tengadahkan yad dalam sujud lail ku
Menopang musytaq dalam qolbu
Semoga engkau terus menegurku lewat Nas terindah ciptaan-MU
Hingga terpatri kesadaran menjadi MUSLIMAH SEJATI idaman-MU”.

Begitulah kertas hitam yang terpampang indah di atas dinding tempat percetakannya.” NAILA FIRDAUSIYAH”, Itulah Nama Lengkap Gadis Anggun Berkaca Minus yang tak asing dengan panggillan Naila.
Awal perkenalanku dengannya, saat itu tanpa sengaja ku menabraknya di depan gerbang kampuzku tercinta.
“ Maaf “ ucapnya lembut. Tak sedikit niat apapun ku pandangi wajahnya yang terlihat anggun.
“Assalamualaikum “.Ucapnya, kemudian berlalu dari hadapanku. Pertemuan yang singkat namun membuat hati begitu menyayat. Sejenak ku putar kembali memory indah itu Subhanallah.... wajahnya yang anggun, tuturnya yang lembut, dan sikapnya Masyaallah... membuatku teringat sangat.
“ Siapa perempuan itu?????” tanyaku penuh harap.
Jam 07.30 wib aku bergegas pergi ketempat percetakan karena pada saat itu amanah yang aku emban di pondok sebagai koordinator Pers Santri. Dan saat itu pula status yang ku sandang masih santri yang tergolong senior di kalangan santri yang lain.
“Assalamualaikum??” terdengar ucapan salam .
“Alaikum salam” jawab para karyawan serempak.
Sementara itu ku alihkan pandanganku, SUBHANALLAH....Suara itu tak begitu asing di telingaku. Dia adalah gadis yang pernah ku tabrak kemaren tepat di depan gerbang campuz. Dia melihatku sambil menampakkan senyum manisnya sebagai tanda sapa awal tatkala aku masih berdiri kokoh sambil memunguti lembaran yang sudah rapi.
“Kenapa dia ada disini???” timbul tanda tanya besar dalam benak. Pertanyaan itu tak kunjung terjawab, seketika aku Asyik memandanginya.
“Ini contoh lembaran yang kemaren anda berikan”. Mula-mula suara itu terdengar. Ku arahkan pandanganku pada dia yang bersuara disana. Saat itu semua cetakan selesai. Tak ku sangka sebelumnya dia menyapaku penuh kelembutan.
Syukron....” balasku singkat dan berlalu dari hadapannya.
Tunggu..” panggilnya kemudian. Langkahku terhenti saat dia memanggil dan menghampiriku.
“Jika anda perlu apa-apa dalam masalah percetakan, ini kartu nama saya, anda bisa menghubungi saya kapan saja anda perlu. Insyaallah saya dan para karyawan yang ada disini bisa melayani dengan baik” tuturnya. Sekaligus ku ambil kertas pink segi empat dari tangannya.
Sejak itulah aku mulai akrab dengannya, dengan dia wanita Anggun yang selama ini selalu menjadi tanda tanya. Entah ini mimpi atau nyata, entah ini cinta atau hanya sebatas nafsu belaka yang menyeret hati pada dunia yang tak pernah berkala.
Saat itu pula aku mulai bisa bertukar pendapat dengannya. Dengan dia yang terkenal dengan sebutan Naila. Dia adalah perempuan yang tidak berorganisasi baik Extra ataupun Intra. Namun, gagasannya menyeimbangi perempuan yang berorganisasi bahkan bisa disebut melebihi. Gagasan yang di keluarkan selalu bernuansa Islami dan bernilai Syari’ah. Itulah salah satu kelebihan yang memiliki nilai plus dalam dirinya.
Naila..” Sms pertama terkirim. Rasa gugup mulai ku rasa. Biasanya jika sesuatu yang penting aku langsung menemuinya. Tapi, kali ini ku menemuinya lewat sms.
“Ini siapa????” balasnya singkat.
Adit
“Maaf , saya tidak tahu sama anda. Ada perlu???”
“KHOIRAZZADIT TAQWA, yang kemaren berbincang-bincang dengan anda”.
“Owh..... iya maz. Maaf saya baru tahu kalo nama maz itu Adit”.
Sudah 3 bulan aku mengenal dan berteman baik dengannya. Berbagai jenis pengalaman dan gagasan yang sering kita ceritakan. Saat itu pula ada getar cinta dalam Dada.
Astaghfirulla...” ku tepis perasaan yang ku anggap hanya akan mengundang nafsu belaka yang akan membuat manusia terperangkap tipu daya sang buana. Tapi, tak dapat ku pungkiri rasa ini benar adanya untuk dia.
Dia yang ku cinta, Dan,
Dan yang selalu Ada....................................
“ Tet.....Tet.....Tet......” ponselku berdering. Entah siapa dan dari mana. Sengaja tak ku hiraukan karena jiwa masih tertatih-tatih mengingat wajah Anggun Naila dalam kerinduan.

Hari ini Aku berusaha jujur pada diriku sendiri, terutama pada hatiku. Tepatnya Aku mempunyai planning untuk mengunggkapkan Isi hatiku pada Naila yang sejak Awal bertemu sudah membuat hatiku Menggebu Tak Menentu. Tapi, Aku bingung Akan diriku, Diri ini yang sudah Terikat Lama oleh Benang yang Sama sekali tidak ku inginkan. Yang Mulai dulu aku anggap sebuah penderitaan batin yang tak kunjung Hilang. Ah......wahai aku aku yang tak mengerti.
“Naila.....” Awal sapaku di telpon.
“ Iya maz, Ada Apa?? Tumben nelpon Naila???” jawabnya lembut di seberang sana.
“Ada suatu hal yang ingin mas katakan sama Naila, tapi mas harap Naila jangan Marah dan Tidak Sedikitpun Menyimpan Rasa benci pada mas.” Tegasku.
“ Insyaallah tidak mas, memangnya mas mau bicara Apa?.”
Ku mengawali ungkapan Rasa cinta ini dengan Rangkaian kalimat Basmalah yang Indah. Bismillah........
“ Begini Nai, kalau boleh mas jujur yang sebenarnya mas mempunyai perasaan suka sama kamu, Sejak Awal Kita bertemu.” Jelasku Gugup.
Suka??” Tanya Naila Kaget.
“ Iya Nai,, Mas Suka Sekaligus Sayang Sama Kamu Lahir dan Batin Karena Allah. Tapi Naila Tidak Usah Khawatir, ini hanya sebatas Ungkapan Bahagia Saja Karena Hati Ini sudah bahagia saja karena hati ini sudah bisa mencintai Ciptaan-Nya.” Ucapku Terhenti.
“ Ya sudahlah lupakan Saja” Lanjutku kemudian.
“ Tidak Mas.” Ucap Naila.
“ Tidak lengkap Rasanya jika cinta mas tidak Naila lengkapi dengan cinta yang ada di hati Naila.” Ucapnya pelan.
“ Maksudnya Apa Nai ???.” Tanyaku tak mengerti.
“ Sama sekali tidak ada maksud mas, Hanya saja Nai Mau katakan kalau Nai juga suka sama Mas.” Jelasnya. Entah apa yang terjadi getaran di hati semakin menjadi. Di satu sisi ku rasakan Kebahagiaan karena cinta di hati telah di lengkapi oleh sebongkah Cinta yang Ada di hati Naila. Rasanya Seperti mimpi, perempuan seperti Naila menyimpan Perasaan Cinta Padaku yang biasa-biasa Saja. Namun, Haruskah Aku Ungkap tentang benang yang sudah lama mengikat???.
“ Tapi Nai, Harus Mas Akui Kalau Sebenarnya Mas sudah punya tunangan, tapi bukan berarti mas mencintai dan menyukai dia, tidak Sama sekali tidak ada perasaaan cinta yang tertananam untuk dia.” Jelasku hingga meneteskan air mata demi secercah kejujuran padanya yang ku cinta. Akhirnya kita terdiam. Selang beberapa Saat....
“ Naila tidak peduli Mas, Mungkin Naila tergolong perempuan Egois yang serta merta Mencintai Tunangan perempuan lain. Tapi Inilah cinta Naila Adanya untuk Mas.”Suaranya serak. Entah dia menangis atau bagaimana aku tidak tahu, yang aku tahu hatinya menangis memendam sakit. Namun, kenapa dia tetap mencintaiku. “Mas.” Lanjutnya.
“ Mas harap, walaupun Mas sudah terikat kita tetap memadu Relasi baik versi cinta kita. Jodoh yang mengatur adalah Allah. Toh, Taqdir mubrom Allah bisa di ubah dengan Taqdir Muallaq dengan cara kita Ikhtiar. Benarkan Nai ??.” Ucapku Meyakinkan.
“ Iya Mas.”
Begitulah perbincangan panjang lebar antara aku dan Naila di telpon. Setelah itu ku tengadahkan ke dua tanganku pada sang pemilik Cinta Atas butiran Cinta yang di Anugerahkan pada setiap Nas ciptaan-Nya.
Mega merah bertebaran dilangit, Menari-nari pada sore itu bersenandung mengungkap kata bernada Cinta mencari secercah asa wujudkan mimpi menjadi nyata. Sudah 3 minggu dari itu aku mulai jarang menghubungi dan menemui Naila. Dan pada hari itu pula tanpa ku sangka dan padahari itu pula tanpa aku sangka dan tanpa aku duga semua keluarga bahkan keluarga tunanganku kini bermusyawarah akan dilaksanakannya PERNIKAHANKU. Rasanya begitu remuk, sakit, padahal sebagian dari keluargaku sudah tahu kalau aku sama sekali tidak menyukai tunanganku tak terkecuali umy perempuan yang melahirkanku. Tapi Entahlah........ Racun apa yang sudah merasuki hati dan fikiran mereka. Semua seolah-olah tidak ada yang peduli akan siksa batin dan keluh kesahku selama ini.
Saat itu langit begitu kelam, bumi seakan berputar menggemparkan hembusan kabut Dalam. Dunia terasa gelap, hempasan rindu padanya terus menerjang tanpa harap. Asaku semakin tak terbias oleh luka yang mungkin selamanya akan meninggalkan bekas. Aku tidak bisa berkutik saat kalimat AQDUN NIKAH Terlontar oleh kak rofiq saudara tertuaku. Bertepatan dengan itu hanya nama NAILA FIRDAUSIYAH yang berputar dalam benakku. Aku merindunya, aku ingin dialah yang menjadi perempuan halal untukku selamanya.
“ Aby sudah membicarakan hari dan tanggal pernikahanmu dengan zahra. Seminggu dari sekarang acara besarmu akan di gelar sekaligus WALIMATUL URSnya. Aby harap siapkan diri kamu baik-baik, besok aby dan umymu mau sowan ke pak kiyai sekalian mohon do’a dan pamit sama beliau”  Tutur Aby di sela-sela kegalauanku. Aku masih belum bisa menunjukkan ketegaranku tidak tahu kenapa aku tidak bisa memberontak bahkan Diam membisu.
Aku melangkah gontai. Harus dengan cara apa aku mengatakan hal ini pada Naila??? Dia pasti hancur dan tersakiti. Namun, mau tidak mau aku harus mengungkap hal ini karena aku tidak ingin menodai sedikitpun prinsipku sendiri “ LEBIH BAIK KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN DARI PADA DUSTA YANG MEMBANGUN KEBAHAGIAAN .”Aku harus menanggung resiko sebagai bukti laki-laki sejati. Hari ini aku menemui Naila di tempat percetakannya.
Naila....???” panggilku dan menatapnya sejenak.
“ Ada apa Mas???” ucapnya lembut. Sama sakali tidak ada perubahan.
Ada suatu hal yang ingin Mas bicarakan sama Naila”
“ Tentang Apa Mas??”
“ masalah mas dan hidup mas Nai.”
Kadang aku ragu akan kisahku semua melayang tak mampu di genggam. Namun haruskah aku ungkap meski menusuk hati lembutnya???. Dia adalah wanita terbaik dalam hidupku. Takkan ku biarkan Hubbun Kadhzib menyiksa hatinya.
“Sebelumnya Mas minta maaf sama kamu, Mas sama sekali tidak mempunyai maksud menyakiti bahkan membuatmu.” Jelasku mberusaha menahan air mata.
“Ada apa sebenarnya Mas???” pertanyaan itu sejenak tidak ku jawab. Aku masih terdiam. Akhinya ku hela nafas dalam-dalam untuk menjawab sebuah pertanyaan itu.
“Sebentar lagi mas akan menikah.” Singkat dan padat. Ku lihat dia mengkerutkan keningnya, antara percaya dan tidak dia mulai memegang dadanya. Cucuran air mata sedikit demi sedikit membasahi samudera pipi lembutnya. Isak tangis mulai mengembang. Rasanya tidak tega perempuan sebaik Naila tersakiti oleh laki-laki sepertiku.
“ Naila tidak tahu apa yang harus Naila katakan Mas.” Berhenti sejenak. Ku lihat dia berusaha menahan sakit dan tangis.
“ Sama sekali tidak ada alasan untuk naila meminta Mas untuk menolak bahkan memberontak kehendak orang tua Mas. Naila bukan siapa-siapa diantara kalian, Naila hanyalah sebongkah Nama dan secuil Cinta yang hinggap dalam kehidupan Mas, Dan Mas cintai.Naila tidak tahu harus berbuat Apa.” Ucapnya terhenti sambil mengusap Air mata dan melanjutkan kembali ucapannya.
“Kalau boleh Naila jujur, selama kita jarang komonikasi banyak laki-laki yang ingin mengkhitbah Naila Mas. Tapi, semuanya Naila tolak dengan alasan karena Naila yaqin suatu saat kita nanti kita bisa memperjuangkan cinta kita, tapi.....” ucapnya terhenti karena tangis yang tak terkendali.
“Bahkan Aba sampai mengatakan laki-laiki seperti apa yang Naila inginkan ? dan beliau juga mengatakan beliau Malu pada pada semua orang yang terus menerus ingin menolaknya. Naila malu Mas sama Aba.”
Rob.... begitu berdosanya diriku pada Naila dan keluarganya. Aku masih belum bisa bertanggung jawab atas perasaan ini. Lantas apa yang harus kulakukan?????????.
Detik-detik masa lajangku telah sirna. Pasalnya aku mengcover perjalanan cinta yang selama ini ku rajut bersama Naila agar menjadi sejarah cinta yang tak hanya sekedar hayal buana. Pelan-pelan Naila berbalik arah padaku. Subhanallah.......tanpa ku duga sebelumnya Naila membuka Bros dan mengurai jilbabnya tepat di depan mata kepalaku. Begitu terlihat cantik namun, kecantikan itu tidak bisa aku miliki secara abadi.
“Ini pertama Naila lakukan hanya padamu Mas, sebagai tanda cinta dan hormat Naila pada Mas walaupun pada kenyataannya Mas bukan milik Naila. Dan Naila sudah merasa Jadi Istri Mas selama ini, semoga Mas selalu mengingat Naila dalam hidup Mas.” Aku ambil jilbab yang terurai indah di belakang pundaknya dan memakaikan kembali di kepalanya.
“Satu hal yang Naila Inginkan, walaupun Mas bukan milik Naila. Naila ingin sisakan satu ruang untuk Naila di hati Mas entah itu sebagai Sahabat atau teman Biasa, sekecil apapun ruang itu.” Pintanya Pelan.
“Pasti Nai, karena kamulah satu-satunya perempuan yang sudah mengisi Ruang hati ini.” Ucapku meyakinkan.
“Dua hari lagi Mas sudah bukan milik Naila. Entah dengan cara apa mengistimewakan jiwa ini sebagai hibah terindah agar Mas bisa tegar menghadapi hari besar itu.” Air matanya kembali tumpah.
“ Tidak Nai, Mas tidak akan mengizinkan kamu hadir dalam pernikahan Mas.”
“ Kenapa?? Apa Mas tidak sayang sama Naila??”
“ Justru Mas sayang sama kamu tidak mengizinkan hadir pada pernikahan Mas.”
“ Kenapa Mas ??”
“ Karena Mas tahu hatimu pasti sangat terluka lagi bahkan akan terpukul.”
“ Apa Mas fikir saat ini hatiku tidak luka dan terpukul ? biarkanlah Naila hadir dalam pernikahan Mas. Biarkan Naila melihat baju pengantin itu terhias indah ketika Mas memakainya Dan....” terhenti sejenak.
“ Dan Naila akan membayangkan yang berdiri di samping Mas adalah Naila bukan Calon Istri Mas.”
“ Tidak Nai..” Rasanya baru sebentar kita memadu Relasi hingga tercipa cinta dan kasih sayang. Aku tidak mengerti kenapa sesingkat ini pertemuanku dengannya?.Rajutan benang putih yang dulu terajut indah kini, lepas tak terarah.Semua hanyalah fatamorgana hayal bekal yang tak kunjung Nyata. Namun, harap Akhir perjalanan takkan pernah terbiaskan Oleh Rindu yang sangat mendalam. Untuknya yang selalu Ku rindukan........
Tepat pada hari Rabu, digelarnya akad nikahku bersama Zahra perempuan yang tak pernah ku anggap kehadirannya. Saat itu ku pandangi sosok Naila duduk dengan sepupuku yang biasa dengan sapaan Najwa. Matanya merah membengkak, tak tega ku melihatnya. Aku tahu dia sakit, aku juga tahu dia terluka, bahkan aku juga tahu bagaimana dia berusaha untuk bangkit dari rasa luka itu. Inilah takdir hidupku yang sampai sekarang hatiku masih berontak tidak menerima keputusan Tuhan Sang Jalal. Kini, Zahra lah yang menjadi ratu dalam hidupku bukan Naila pilihan Hatiku.
“ Mas, sekarang kau memang benar-benar bukan milikku. Mungkin ini yang terbaik buat kita, semoga selalu bahagia Mas. Naila pamit pulang...” Ucap Naila dalam hati. Dia pergi saat aku duduk bersanding dengan perempuan pilihan Orang Tua.
“ Aba,,, Naila pasrahkan pasangan hidup Naila pada Aba. Naila terima siapapun laki-laki itu.Dan Naila ingin orang itu mau menikahi Naila Malam ini juga.” Ucapnya pasrah......

“Wahai lentera dalam gelap, teruslah menyala terangi kegelapan. Setiaku ingin selalu bersamanya, terpancar dalam setiap bias-bias Do’a dan tersimpan dalam sudut keheningan. Seperti mutiara di lautan yang dalam...”.

          Kalimat itu terakhir naila tulis di buku pribadinya sebagai tanda bahwa kisahnya berakhir dengan linangan air mata.


*Penulis adalah Mahasiswi semester 6 Perbankan Syariah STAIN Pamekasan.





Tidak ada komentar: