TARIAN CINTA DI ATAS BADAI
Oleh : Khairiyah*
“Seperti embun dalam keheningan
Ku tengadahkan yad dalam sujud
lail ku
Menopang musytaq dalam qolbu
Semoga engkau terus menegurku
lewat Nas terindah ciptaan-MU
Hingga terpatri kesadaran menjadi
MUSLIMAH SEJATI idaman-MU”.
Begitulah kertas hitam
yang terpampang indah di atas dinding tempat percetakannya.” NAILA
FIRDAUSIYAH”, Itulah Nama Lengkap Gadis Anggun Berkaca Minus yang tak asing
dengan panggillan Naila.
Awal perkenalanku dengannya,
saat itu tanpa sengaja ku menabraknya di depan gerbang kampuzku tercinta.
“ Maaf “ ucapnya lembut. Tak sedikit niat
apapun ku pandangi wajahnya yang terlihat anggun.
“Assalamualaikum “.Ucapnya, kemudian berlalu dari
hadapanku. Pertemuan yang
singkat namun membuat hati begitu menyayat. Sejenak ku putar kembali memory
indah itu Subhanallah.... wajahnya yang anggun, tuturnya yang lembut,
dan sikapnya Masyaallah... membuatku teringat sangat.
“ Siapa perempuan
itu?????” tanyaku
penuh harap.
Jam 07.30 wib aku
bergegas pergi ketempat percetakan karena pada saat itu amanah yang aku emban
di pondok sebagai koordinator Pers Santri. Dan saat itu pula status yang ku
sandang masih santri yang tergolong senior di kalangan santri yang lain.
“Assalamualaikum??” terdengar ucapan salam .
“Alaikum salam” jawab para karyawan serempak.
Sementara itu ku
alihkan pandanganku, SUBHANALLAH....Suara itu tak begitu asing di telingaku.
Dia adalah gadis yang pernah ku tabrak kemaren tepat di depan gerbang campuz.
Dia melihatku sambil menampakkan senyum manisnya sebagai tanda sapa awal
tatkala aku masih berdiri kokoh sambil memunguti lembaran yang sudah rapi.
“Kenapa dia ada
disini???” timbul
tanda tanya besar dalam benak. Pertanyaan itu tak kunjung terjawab, seketika
aku Asyik memandanginya.
“Ini contoh
lembaran yang kemaren anda berikan”. Mula-mula suara itu terdengar. Ku arahkan pandanganku pada dia
yang bersuara disana. Saat itu semua cetakan selesai. Tak ku sangka sebelumnya dia menyapaku penuh kelembutan.
“Syukron....”
balasku singkat dan berlalu dari hadapannya.
“Tunggu..”
panggilnya kemudian. Langkahku terhenti saat dia memanggil dan menghampiriku.
“Jika anda perlu
apa-apa dalam masalah percetakan, ini kartu nama saya, anda bisa menghubungi
saya kapan saja anda perlu. Insyaallah saya dan para karyawan yang ada disini
bisa melayani dengan baik” tuturnya. Sekaligus ku ambil kertas pink segi empat dari tangannya.
Sejak itulah aku mulai
akrab dengannya, dengan dia wanita Anggun yang selama ini selalu menjadi tanda
tanya. Entah ini mimpi atau nyata, entah ini cinta atau hanya sebatas nafsu
belaka yang menyeret hati pada dunia yang tak pernah berkala.
Saat itu pula aku
mulai bisa bertukar pendapat dengannya. Dengan dia yang terkenal dengan
sebutan Naila. Dia
adalah perempuan yang tidak berorganisasi baik Extra ataupun Intra. Namun,
gagasannya menyeimbangi perempuan yang berorganisasi bahkan bisa disebut
melebihi. Gagasan yang di keluarkan selalu bernuansa Islami dan bernilai
Syari’ah. Itulah salah satu kelebihan yang memiliki nilai plus dalam dirinya.
“Naila..”
Sms pertama terkirim. Rasa gugup mulai ku rasa. Biasanya jika sesuatu yang
penting aku langsung menemuinya. Tapi, kali ini ku menemuinya lewat sms.
“Ini siapa????” balasnya singkat.
“Adit”
“Maaf , saya tidak
tahu sama anda. Ada perlu???”
“KHOIRAZZADIT
TAQWA, yang kemaren berbincang-bincang dengan anda”.
“Owh..... iya maz.
Maaf saya baru tahu kalo nama maz itu Adit”.
Sudah 3 bulan aku
mengenal dan berteman baik dengannya. Berbagai jenis pengalaman dan gagasan yang sering kita ceritakan. Saat itu pula ada getar cinta
dalam Dada.
“Astaghfirulla...”
ku tepis perasaan yang ku anggap hanya akan mengundang nafsu belaka yang akan
membuat manusia terperangkap tipu daya sang buana. Tapi, tak dapat ku pungkiri
rasa ini benar adanya untuk dia.
Dia yang ku cinta,
Dan,
Dan yang selalu
Ada....................................
“
Tet.....Tet.....Tet......” ponselku berdering. Entah siapa dan dari mana. Sengaja tak ku hiraukan karena
jiwa masih tertatih-tatih mengingat wajah Anggun Naila dalam kerinduan.
Hari ini Aku berusaha
jujur pada diriku sendiri, terutama pada hatiku. Tepatnya Aku mempunyai planning
untuk mengunggkapkan Isi hatiku pada Naila yang sejak Awal bertemu sudah
membuat hatiku Menggebu Tak Menentu. Tapi, Aku bingung Akan diriku, Diri ini
yang sudah Terikat Lama oleh Benang yang Sama sekali tidak ku inginkan. Yang
Mulai dulu aku anggap sebuah penderitaan batin yang tak kunjung Hilang.
Ah......wahai aku aku yang tak mengerti.
“Naila.....” Awal sapaku di telpon.
“ Iya maz, Ada
Apa?? Tumben nelpon Naila???” jawabnya lembut di seberang sana.
“Ada suatu hal yang
ingin mas katakan sama Naila, tapi mas harap Naila jangan Marah dan Tidak
Sedikitpun Menyimpan Rasa benci pada mas.” Tegasku.
“ Insyaallah tidak
mas, memangnya mas mau bicara Apa?.”
Ku mengawali ungkapan
Rasa cinta ini dengan Rangkaian kalimat Basmalah yang Indah. Bismillah........
“ Begini Nai, kalau
boleh mas jujur yang sebenarnya mas mempunyai perasaan suka sama kamu, Sejak
Awal Kita bertemu.” Jelasku Gugup.
“ Suka??” Tanya
Naila Kaget.
“ Iya Nai,, Mas
Suka Sekaligus Sayang Sama Kamu Lahir dan Batin Karena Allah. Tapi Naila Tidak
Usah Khawatir, ini hanya sebatas Ungkapan Bahagia Saja Karena Hati Ini sudah
bahagia saja karena hati ini sudah bisa mencintai Ciptaan-Nya.” Ucapku Terhenti.
“ Ya sudahlah
lupakan Saja” Lanjutku
kemudian.
“ Tidak Mas.” Ucap Naila.
“ Tidak lengkap
Rasanya jika cinta mas tidak Naila lengkapi dengan cinta yang ada di hati
Naila.” Ucapnya
pelan.
“ Maksudnya Apa Nai
???.” Tanyaku tak
mengerti.
“ Sama sekali tidak
ada maksud mas, Hanya saja Nai Mau katakan kalau Nai juga suka sama Mas.” Jelasnya. Entah apa yang terjadi
getaran di hati semakin menjadi. Di satu sisi ku rasakan Kebahagiaan karena
cinta di hati telah di lengkapi oleh sebongkah Cinta yang Ada di hati Naila. Rasanya Seperti mimpi, perempuan seperti Naila menyimpan
Perasaan Cinta Padaku yang biasa-biasa Saja. Namun, Haruskah Aku Ungkap tentang
benang yang sudah lama mengikat???.
“ Tapi Nai, Harus
Mas Akui Kalau Sebenarnya Mas sudah punya tunangan, tapi bukan berarti mas
mencintai dan menyukai dia, tidak Sama sekali tidak ada perasaaan cinta yang
tertananam untuk dia.” Jelasku hingga meneteskan air mata demi secercah kejujuran padanya yang
ku cinta. Akhirnya kita
terdiam. Selang beberapa Saat....
“ Naila tidak peduli
Mas, Mungkin Naila tergolong perempuan Egois yang serta merta Mencintai
Tunangan perempuan lain. Tapi Inilah cinta Naila Adanya untuk Mas.”Suaranya serak. Entah dia menangis atau bagaimana
aku tidak tahu, yang aku tahu hatinya menangis memendam sakit. Namun, kenapa dia tetap
mencintaiku.
“Mas.” Lanjutnya.
“ Mas harap,
walaupun Mas sudah terikat kita tetap memadu Relasi baik versi cinta kita.
Jodoh yang mengatur adalah Allah. Toh, Taqdir mubrom Allah bisa di ubah dengan
Taqdir Muallaq dengan cara kita Ikhtiar. Benarkan Nai ??.” Ucapku Meyakinkan.
“ Iya Mas.”
Begitulah perbincangan
panjang lebar antara aku dan Naila di telpon. Setelah itu ku tengadahkan ke dua
tanganku pada sang pemilik Cinta Atas butiran Cinta yang di Anugerahkan pada
setiap Nas ciptaan-Nya.
Mega merah bertebaran
dilangit, Menari-nari pada sore itu bersenandung mengungkap kata bernada Cinta
mencari secercah asa wujudkan mimpi menjadi nyata. Sudah 3 minggu dari itu aku mulai
jarang menghubungi dan menemui Naila. Dan pada hari itu pula tanpa ku sangka
dan padahari itu pula tanpa aku sangka dan tanpa aku duga semua keluarga bahkan
keluarga tunanganku kini bermusyawarah akan dilaksanakannya PERNIKAHANKU.
Rasanya begitu remuk, sakit, padahal sebagian dari keluargaku sudah tahu kalau
aku sama sekali tidak menyukai tunanganku tak terkecuali umy perempuan yang
melahirkanku. Tapi Entahlah........ Racun apa yang sudah merasuki hati dan
fikiran mereka. Semua seolah-olah tidak ada yang peduli akan siksa batin dan
keluh kesahku selama ini.
Saat itu langit begitu
kelam, bumi seakan berputar menggemparkan hembusan kabut Dalam. Dunia terasa gelap, hempasan rindu
padanya terus menerjang tanpa harap. Asaku semakin tak terbias oleh luka yang
mungkin selamanya akan meninggalkan bekas. Aku tidak bisa berkutik saat kalimat
AQDUN NIKAH Terlontar oleh kak rofiq saudara tertuaku. Bertepatan dengan itu
hanya nama NAILA FIRDAUSIYAH yang berputar dalam benakku. Aku merindunya, aku
ingin dialah yang menjadi perempuan halal untukku selamanya.
“ Aby sudah
membicarakan hari dan tanggal pernikahanmu dengan zahra. Seminggu dari sekarang
acara besarmu akan di gelar sekaligus WALIMATUL URSnya. Aby harap siapkan diri
kamu baik-baik, besok aby dan umymu mau sowan ke pak kiyai sekalian mohon do’a
dan pamit sama beliau” Tutur Aby di sela-sela
kegalauanku. Aku masih belum bisa menunjukkan ketegaranku tidak tahu kenapa aku
tidak bisa memberontak bahkan Diam membisu.
Aku melangkah gontai.
Harus dengan cara apa aku mengatakan hal ini pada Naila??? Dia pasti hancur dan
tersakiti. Namun, mau tidak mau aku harus mengungkap hal ini karena aku tidak
ingin menodai sedikitpun prinsipku sendiri “ LEBIH BAIK KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN DARI PADA DUSTA YANG MEMBANGUN
KEBAHAGIAAN .”Aku harus menanggung resiko sebagai bukti laki-laki sejati. Hari ini aku menemui Naila di
tempat percetakannya.
“ Naila....???”
panggilku dan menatapnya sejenak.
“ Ada apa Mas???” ucapnya lembut. Sama sakali tidak
ada perubahan.
“ Ada suatu hal
yang ingin Mas bicarakan sama Naila”
“ Tentang Apa
Mas??”
“ masalah mas dan
hidup mas Nai.”
Kadang aku ragu akan
kisahku semua melayang tak mampu di genggam. Namun haruskah aku
ungkap meski menusuk hati lembutnya???. Dia adalah wanita terbaik dalam
hidupku. Takkan ku biarkan Hubbun Kadhzib menyiksa hatinya.
“Sebelumnya
Mas minta maaf sama kamu, Mas sama sekali tidak mempunyai maksud menyakiti
bahkan membuatmu.” Jelasku
mberusaha menahan air mata.
“Ada apa sebenarnya
Mas???”
pertanyaan itu sejenak tidak ku jawab. Aku masih terdiam. Akhinya ku hela nafas dalam-dalam
untuk menjawab sebuah pertanyaan itu.
“Sebentar lagi mas
akan menikah.”
Singkat dan padat. Ku lihat dia mengkerutkan keningnya, antara percaya dan tidak dia mulai
memegang dadanya. Cucuran air mata sedikit demi sedikit membasahi samudera pipi lembutnya. Isak tangis mulai mengembang. Rasanya tidak tega perempuan
sebaik Naila tersakiti oleh laki-laki sepertiku.
“ Naila tidak tahu
apa yang harus Naila katakan Mas.” Berhenti sejenak. Ku lihat dia berusaha menahan sakit dan tangis.
“ Sama sekali tidak
ada alasan untuk naila meminta Mas untuk menolak bahkan memberontak kehendak
orang tua Mas. Naila bukan siapa-siapa diantara kalian, Naila hanyalah
sebongkah Nama dan secuil Cinta yang hinggap dalam kehidupan Mas, Dan Mas
cintai.Naila tidak tahu harus berbuat Apa.” Ucapnya terhenti sambil mengusap Air mata dan melanjutkan kembali
ucapannya.
“Kalau boleh Naila
jujur, selama kita jarang komonikasi banyak laki-laki yang ingin mengkhitbah
Naila Mas. Tapi, semuanya Naila tolak dengan alasan karena Naila yaqin suatu
saat kita nanti kita bisa memperjuangkan cinta kita, tapi.....” ucapnya terhenti karena tangis
yang tak terkendali.
“Bahkan Aba sampai
mengatakan laki-laiki seperti apa yang Naila inginkan ? dan beliau juga
mengatakan beliau Malu pada pada semua orang yang terus menerus ingin
menolaknya. Naila malu Mas sama Aba.”
Rob.... begitu
berdosanya diriku pada Naila dan keluarganya. Aku masih belum bisa bertanggung
jawab atas perasaan ini. Lantas apa yang harus kulakukan?????????.
Detik-detik masa
lajangku telah sirna. Pasalnya aku mengcover perjalanan cinta yang selama ini ku rajut bersama Naila
agar menjadi sejarah cinta yang tak hanya sekedar hayal buana. Pelan-pelan Naila berbalik arah
padaku. Subhanallah.......tanpa ku duga sebelumnya Naila membuka Bros dan
mengurai jilbabnya tepat di depan mata kepalaku. Begitu terlihat cantik namun,
kecantikan itu tidak bisa aku miliki secara abadi.
“Ini pertama Naila
lakukan hanya padamu Mas, sebagai tanda cinta dan hormat Naila pada Mas
walaupun pada kenyataannya Mas bukan milik Naila. Dan Naila sudah merasa Jadi
Istri Mas selama ini, semoga Mas selalu mengingat Naila dalam hidup Mas.” Aku ambil jilbab yang terurai
indah di belakang pundaknya dan memakaikan kembali di kepalanya.
“Satu hal yang
Naila Inginkan, walaupun Mas bukan milik Naila. Naila ingin sisakan satu ruang
untuk Naila di hati Mas entah itu sebagai Sahabat atau teman Biasa, sekecil apapun ruang
itu.” Pintanya
Pelan.
“Pasti Nai, karena
kamulah satu-satunya perempuan yang sudah mengisi Ruang hati ini.” Ucapku meyakinkan.
“Dua hari lagi Mas
sudah bukan milik Naila. Entah dengan cara apa mengistimewakan jiwa ini sebagai
hibah terindah agar Mas bisa tegar menghadapi hari besar itu.” Air matanya kembali tumpah.
“ Tidak Nai, Mas
tidak akan mengizinkan kamu hadir dalam pernikahan Mas.”
“ Kenapa?? Apa Mas tidak
sayang sama Naila??”
“ Justru Mas sayang
sama kamu tidak mengizinkan hadir pada pernikahan Mas.”
“ Kenapa Mas ??”
“ Karena Mas tahu
hatimu pasti sangat terluka lagi bahkan akan terpukul.”
“ Apa Mas fikir
saat ini hatiku tidak luka dan terpukul ? biarkanlah Naila hadir dalam
pernikahan Mas. Biarkan Naila melihat baju pengantin itu terhias indah ketika
Mas memakainya Dan....” terhenti sejenak.
“ Dan Naila akan
membayangkan yang berdiri di samping Mas adalah Naila bukan Calon Istri Mas.”
“ Tidak Nai..” Rasanya baru sebentar kita memadu
Relasi hingga tercipa cinta dan kasih sayang. Aku tidak mengerti kenapa
sesingkat ini pertemuanku dengannya?.Rajutan benang putih yang dulu terajut
indah kini, lepas tak terarah.Semua hanyalah fatamorgana hayal bekal yang tak
kunjung Nyata. Namun, harap
Akhir perjalanan takkan pernah terbiaskan Oleh Rindu yang sangat mendalam.
Untuknya yang selalu Ku rindukan........
Tepat pada hari Rabu,
digelarnya akad nikahku bersama Zahra perempuan yang tak pernah ku anggap
kehadirannya. Saat itu ku
pandangi sosok Naila duduk dengan sepupuku yang biasa dengan sapaan Najwa. Matanya merah
membengkak, tak tega ku melihatnya. Aku tahu dia sakit, aku juga tahu dia
terluka, bahkan aku juga tahu bagaimana dia berusaha untuk bangkit dari rasa
luka itu. Inilah
takdir hidupku yang sampai sekarang hatiku masih berontak tidak menerima
keputusan Tuhan Sang Jalal. Kini, Zahra lah yang menjadi ratu dalam
hidupku bukan Naila pilihan Hatiku.
“ Mas, sekarang kau
memang benar-benar bukan milikku. Mungkin ini yang terbaik buat kita, semoga
selalu bahagia Mas. Naila pamit pulang...” Ucap Naila dalam hati. Dia pergi saat aku duduk
bersanding dengan perempuan pilihan Orang Tua.
“ Aba,,, Naila
pasrahkan pasangan hidup Naila pada Aba. Naila terima siapapun laki-laki itu.Dan
Naila ingin orang itu mau menikahi Naila Malam ini juga.” Ucapnya pasrah......
“Wahai lentera dalam gelap,
teruslah menyala terangi kegelapan. Setiaku ingin selalu bersamanya, terpancar
dalam setiap bias-bias Do’a dan tersimpan dalam sudut keheningan. Seperti
mutiara di lautan yang dalam...”.
Kalimat itu
terakhir naila tulis di buku pribadinya sebagai tanda bahwa kisahnya berakhir
dengan linangan air mata.
*Penulis adalah Mahasiswi semester 6 Perbankan Syariah STAIN Pamekasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar