Kamis, 15 Mei 2014

Makalah Mekaanisme Pasar Islami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah (dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya. Pasar adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi jual beli barang dan atau jasa. Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Jual beli sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual beli merupakan salah satu aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam Islam. Attensi Islam terhadap jual beli sebagai salah satu sendi perekonomian dapat dilihat dalam surat Al Baqarah 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Pentingnya pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak lain. Karena peran pasar penting dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim, maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat, yang antara lain terkait dengan pembentukan harga dan terjadinya transaksi di pasar. Dalam istilah lain dapat disebut sebagai mekanisme pasar menurut Islam dan intervensi pemerintah dalam pengendalian harga. Melihat pentingnya pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta berbagai problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dan pengendalian harga, maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan urgen. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa pengertian pasar mekanisme pasar ? 2. Bagaiman mekanisme pasar dalam Islam ? 3. Bagaimana pendangan ilmuwan muslim terhadap mekanisme pasar ? 4. Seperti apakah intervensi harga Islami ? C. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian pasar dan mekanisme pasar. 2. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme pasar dalam Islam. 3. Untuk mengetahui dan memahami pandangan ilmuwan muslim terhadap mekanisme pasar. 4. Untuk mengetahui dan memahami intervensi harga Islami.   BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pasar dan Mekanisme Pasar 1. Pengertian Pasar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988: 651) disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang berjual beli. Sedangkan menurut istilah, Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian ekonomi, pasar adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, maka akan membentuk harga yang akan disepakati oleh keduanya. Dari beberapa pengertian tersebut, maka pasar dapat diartikan sebagai suatu tempat terjadinya mekanisme pertukaran barang atau jasa oleh penjual dan pembeli untuk menetapkan harga keseimbangan serta jumlah yang diperdagangkan. 2. Pengertian Mekanisme Pasar Mekanisme pasar adalah suatu mekanisme untukmenjalankan aktivitas perekonomian dalam rangka mengadakan penyesuaian atas gejolak-gejolak yang timbul dalam sistem tersebut dan melakukannya secara otomatis tanpa campur tangan aktif dari suatu kekuasaan tertentu dalam setiap kasus. Mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari berjalannya mekanisme pasar. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa rasulullah dan khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun, pasar disini mengahruskan adanya moralitas (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy) dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar. B. Mekanisme Pasar Dalam Islam Dalam pandangan islam, sebagaimana dinyatakan Nejatullah Siddiqi, mekanisme pasar bukanlah sesuatu yang sempurna dan baku sehingga tidak perlu ada intervensi dan rekayasa apapun. Intervenai diperlukan agar mekanisme pasar berjalan sesuai dengan kepentingan perekonomian yang Islami. Mekanisme pasar yang dibangun Islam berdasar norma-norma ajaran Islam yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Dalam Islam yang diperlukan adalah suatu bentuk penggunaan nilai tertentu dan kerja yang produktif harus disusun sedemikan rupa untuk mencapai sistem operasional yang Islami. Dengan tujuan ekonomi tertentu, Islam sangat memperhatikan mekanisme pasar, hanya saja apabila mekanisme pasar tersebut gagal mencapai tujuan ekonomi, maka Islam menganjurkan pihak yang berkuasa untuk mengambil langkah tertentu untuk mencapai tujuan. Dalam konsep ekonomi Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Dalam konsep Islam, pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara secara rela sama rela (‘an taradlin minkum), tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tertentu. Dalam konsep Islam, monopoly, duopoly, oligopoly dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual atau bebrapa penjual sebenarnya tidak dilarang keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas keuntungan normal. Ini merupkan konsekuensi dari konsep the price of equivalent. C. Mekanisme Pasar dalam Pandangan Ilmuwan Muslim 1. Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M) Pemikiran Abu Yusuf tentang pasar dapat dijumpai dalam bukunya al-Kharaj. Di dalam bukunya tersebut ia menjelaskan beberapa prinsip mekanisme pasar. Ia telah menyimpulkan bekerjanya hukum permintaan dan penawaran pasar dalam menentukan tingkat harga, meskipun kata permintaan dan penawaran ini tidak ia katakan secra eksplisit. Masyarakat luas pada saat itu memahami bahwa harga suatu barang hanya ditentukan oleh jumlah penawarannya saja. Dengan kata lain, bila hanya tersedia sedikit barang, maka harga akan murah. Mengenai hal ini Abu Yusuf dalam kitab al-Kharaj (1997) mengatakan, “Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah (sunnatullah). Kadang-kadang makanan sangat sedikit tapi harganya murah.” Pernyataan di atas secara implisit menyatakan bahwa harga bukan hanya ditentukan oleh penawaran saja, tetapi juga permintaan terhadap barang tersebut. Dengan kata lain, mengindikasikan, mahal atau murahnya suatu komoditas tidak bisa ditentukan secara pasti, di mana murah bukan hanya melimpahnya barang tersebut dan mahal bukan hanya karena kelangkaannya. Bahkan, Abu Yusuf mengindikasikan adanya variabel-variabel lain yang juga turut mempengarui harga, misalnya jumlah uang yang beredar di negara itu, penimbunan dan penahanan suatu barang, atau lainnya. Jelasnya, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berkaitan dengan penurunan dan peningkatan produksi. Bisa jadi hal itu terjadi karena adanya distorsi pada distribusi yang disengaja untuk merusak daya beli masyarakat pada kondisi pasar normal dan terbuka. Pada dasarnya pemikiran Abu Yusuf ini merupakan hasil observasinya saat itu, di mana sering kali terjadi melimpahnya barang ternyata diikuti dengan tingginya tingkat harga, sementara kelangkaan barang diikuti dengan harga yang rendah. 2. Evolusi Pasar Menurut Al-Ghazali (1058-1111 M) Al-Ihya ‘Ulumuddin karya al-Ghazali juga banyak membahas topik-topik ekonomi, termasuk pasar. Dalam magnum opusnya itu ia telah membicarakan barter dan permasalahannya, pentingnya aktivitas perdagangan dan evolusi terjadinya pasar, termasuk bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran dalam pengaruh harga. Dalam panjelasannya tentang proses terbentuknya suatu pasar ia menyatakan, “Dapat saja petani hidup di mana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya pandai besi dan tukang kayu hidup di mana lahan pertanian tidak ada. Namun, secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat saja terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat di penyimpanan alat-alat di satu pihak, dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter juga terdorong pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang melakukan barter, maka ia akan menjual kepada pedagang dengan harga yang relatif murah, untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang.” Dari pernyataan tersebut Al-Ghazali menyadari kesulitan yang timbul akibat sistem barter yang dalam istilah ekonomi barat disebut double coincidence, dan karena itu dibutuhkan suatu pasar. Ia juga memperkirakan kejadian ini akan berlanjut dalam skala yang lebih luas, mencakup banyak daerah atau negara. Kemudian masing-masing daerah atau negara akan berspesialisasi menurut keunggulannya masing-masing, serta melakukan pembagian kerja diantara mereka. Kesimpulannya ini jelas tersirat dalam pernyatannya: “Selanjutnya praktik-praktik ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orang-orang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk menda patkan alat-alat makanan dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota di mana tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada akhirnya menimbulkan kebutuhan terhadap alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan, dan keuntungan ini akhirnya dimakan orang lain juga.” Al-Ghazali tidak menolak kenyatan bahwa mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun, ia membarikan banyak penekanan kepada etika dan bisnis, di mana etika diturunkan dari nilai-nilai islam. Keuntungan yang sesungguhnya ialah keuntungan yang akan diperoleh di akhirat kelak. Ia juga menyarankan adanya peran pemerintah dalam menjaga keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Al-Ghazali memang tidak bicara kurva permintaan dan penawaran dalam terminologi modern, namun ia menjelaskan dengan kalimat yang cukup jelas. Ia menjelaskan bahwa kurva penawaran bergerak dari kiri bawah ke kanan atas, ia mengatakan, “ jika petani tidak mendapatkan pembeli untuk barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah.” 3. Pemikiran Thomas Aquinas Vs Ibnu Taimiah a. Thomas Aquinas Permasalahan yang dibahas Aquinas berhubungan dengan perniagaan, harga yang adil, kepemilikan dan riba. Ide-ide ini diwarisi oleh Aristoteles yang kemudian diadopsi sepenuh hati oleh Aquinas, walaupun dalam beberapa kasus ia memodifikasi serta memperbaiki sesuai dengan kebutuhan yang ada pada masa itu dalm rangka mensintesis dengan ajaran Nasrani. Ibnu Taimiah juga mngenal pemikiran-pemikiran dari Aristoteles, tetapi tidak seperti Aquinas, ia tidak menganggap Aristoteles sebagai filsuf dan guru universal. Sebaliknya ia berpikir bahwa Aristoteles salah atau keluar jalur, dan mengkritik Aristoteles dalam tulisan-tulisannya, serta menolak untuk mengikuti pendapat-pendapatnya. Thomas Aquinas sangat mengenal tulisan-tulisan ilmuan dan pemikir Muslim seperti Ibnu Rusd (Averroes), Ibnu Sina (Avicenna) dan yang lainnya. Tampaknya ia memanfaatkan pemikiran-pemikiran ilmuan islam tersebut. Salah satu topik penting yang dibahas Aquinas adalah harga pasar (just price). Asal muasal ide ini ditemukan dalam tulisan Aristoteles. Arbertus Magnus memasukkan analisa biaya tenaga kerja ke dalam pembahasan mengenai harga pasar, di mana dengan beberapa dan penyempurnaan, Aquinas meneruskannya. Jika kita telaah, perlakuan Ibnu Taimiah terhadap permasalahan ini adalah jauh lebih komprehensif daripada Aquinas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Ibnu Taimiah tidak mengambil dasar pemikirannya dari filsuf Yunani. Ia menemukan tentang hal tersebut di dalam riwayat-riwayat (hadis) dari nabi saw. yang banyak terdapat dalam literatur fiqh islam. Walaupun demikian terdapat banyak kemiripan antara konsep dari harga pasar dari Ibnu Taimiah dengan konsep Aquinas. Bagi keduanya, harga pasar haruslah terjadi dalam pasar yang kompetitif dan tidak boleh ada penipuan. Keduanya membela penetapan pagu harga pada waktu terjadi perbedaan pengenaan harga dari harga pasar. Akan tetapi dalm penetapan pagu harga, Aquinas hanya mempertimbangkan nilai subjektif dari sebuah objek dari sisi penjual saja, sementara Ibnu Taimiah selain itu juga mempertimbangkan nilai subjektif objek dari sisi pembeli sehingga menjadikan analisisnya lebih baik dari Aquinas. b. Ibnu Taimiah Pemikiran Ibnu Taimiah mengenai mekanisme pasar banyak dicurahkan melalui bukunya yang sangat terkenal, yaitu Al-Hisbah fi’l Al-Islam dan Majmu’ Fatawa. Pandangan Ibnu Taimiah mengenai hal ini sebenarnya terfokus pada masalah pergerakan harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka mekanisme pasar. Secara umum beliau telah menunjukkan the beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi). Dalam Al-Hisbahnya ia mengatakan, “Naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh adanya ketidakadilan (Zulm/injustice) dari beberapa bagian pelaku transaksi. Terkadang penyebabnya adalah defisiensi dalam produksi atau penurunan terhadap harga yang diminta, atau tekanan pasar. Oleh karena itu, jika permintaan terhadap barang-barang tersebut menaik sementara ketersediaanya/penawarannya menurun, maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika ketersediaan barang-barang menaik dan permintaan terhadapnya menurun, maka harga barang tersebut akan turun juga. Kelangkaan (scarcity) dan keberlimpahan (abudance) barang mungkin bukan disebabkan oleh tindakan sebagian orang kadang-kadang disebabkan karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. Hal ini adalah kehendak Allah yang telah menciptakan keinginan dalam hati manusia.” Dalam kitab Fatawa-nya Ibnu Taimiah juga menjelaskan secara lebih rinci tentang beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan kemudian tingkat harga. Beberapa faktor ini yaitu : Pertama, Keinginan orang (al-raghabah) terhadap barang barang sering kali berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berlimpah atau langkanya barang yang diminta (al-matlub). Suatu barang akan lebih disukai ketika langka daripada jumlah yang berlebihan Kedua, Jumlah orang yang meminta (demender/tullab) juga mempengaruhi harga. Jika jumlah orang yang meminta suatu barang besar, maka harga akan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang meminta jumlahnya sedikit. Ketiga, Kuat atau lemahnya kebutuhan terhadap barang itu, selain juga besar atau kecilnya permintaan juga akan mempengaruhi harga. Jika kebutuhan terhadap suatu barang kuat dan berjumlah besar, maka harga akan naik lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan yang lebih sedikit. Keempat, Kualitas pembeli barang tersebut (al-mu’waid), juga akan memvariasikan suatu harga. Jika pembeli merupakan orang kaya lagi terpercaya dalam membayar kewajibannya, maka kemungkinan ia akan memperoleh tingkat harga yang lebih dibandingkan orang yang suka menunda kewajiban (kredibel). Kelima, Jenis (uang) pembayaran yang digunakan dalam transaksi jual beli juga akan mempengaruhi harga. Jika uang yang digunakan adalah uang yang diterima luas (naqd ra’ij), maka kemungkinan harga akan lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan uang yang kurang diterima luas. Misalnya dinar dan dirham, saat merupakan alat pembayaran yang lazim di Damaskus. Keenam, Hal di atas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan penjual dan pembeli. Jika pembeli mempunyai kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi semua janjinya, maka transaksi akan lebih mudah/lancar dibandingkan dengan pembeli yang tidak memiliki kemampuan membayar dan mengingkari janjinya. Tingkat harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak nyata. Seperti harga bagi pembeli kontan akan lebih murah dari pada yang membeli kredit. Ketujuh, Kasus yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang. Kemungkinan ia berada pada posisi sedemikian rupa sehingga penyewa dapat memperoleh manfaat tanpa (tambahan) biaya apa pun. Namun, kadang-kadang penyewa dapat memperoleh manfaat ini jika tanpa tambahan biaya, misalnya seperti yang terjadi di desa-desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok, atau di suatu tempat yang diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya harga sewa tanah seperti itu tidaklah sama dengan harga tanah yang tidak membutuhkan biaya-biaya tambahan ini. Ibnu Taimiah mengatakan, “Jika masyarakat melakukan transaksi jual-beli dalam konidisi normal tanpa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan kehendak Allah swt. (Atiyah As-Sayyid Fayyadh: 1997). Dengan demikian pemerintah tidak memiliki wewenag untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Harus diyakini nilai konsep islam tidak memberikan ruang intervensi dari pihak mana pun untuk menentukan harga, kecuali dan hanya kecuali adanya kondisi darurat yang kemudian menuntut pihak-pihak tertentu untuk ambil bagian menetapkan harga. Pengertian darurat di sini adalah pada dasarnya peranan pemerintah ditekan seminimal mungkin. Namun intervensi pemerintah sebagai pelaku pasar dapat dibenarkan hanyalah jika pasar tidak dalam keadaan sempurna, dalam arti ada kondisi-kondisi yang menghalangi kompetisi yang fair terjadi (market failure). Sejumlah contoh klasik dari kodisi market failure antara lain: barang publik, eksternalitas (termasuk pencemaran dan kerusakan lingkungan), informasi yang tidak simetris, biaya transaksi, dan kepastian institusional serta masalah dalam distribusi. Atau dalam bahasa lain yang lebih sederhana, intervensi pemerintah adalah untuk menjamin fairness dan ‘keadilan’, bagaimanapun dua hal itu didefinisikan. Lebih jauh lagi Ibnu Taimiah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervensi pada empat situasi dan kondisi berikut: 1) Kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas (barang maupun jasa); para fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat orang banyak tidak dapat diperjualbelikan kecuali dengan harga yang sesuai. Sebagai contoh, jika seseorang membutuhkan makanan yang menjadi milik orang lain, maka orang tersebut dapat membeli ddengan harga yang ‘sesuai’, tidak dibenarkan si pemilik makanan menentukan harga harga yang tinggi secara sepihak. 2) Terjadi kasus monopoli (penimbunan); para fukaha sepakat untuk memberlakukan hak hajar (ketetapan yang membatasi hak guna dan hak pakai atau kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya tindakan negatif (berbahaya) yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan monopolistik ataupun penimbunan barang. 3) Terjadinya keadaan al-Hasr (pemboikotan), di mana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu. Penetapan harga di sini untuk menghindari penjualan barang tersebut dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena-mena oleh pihak penjual tersebut. 4) Terjadinya koalisi dan kolusi antar para penjual; di mana sejumlah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi di antara mereka sendiri, dengan harga penjualan yang tentunya di bawah harga pasar. Ketetapan intervensi di sini untuk menghindari kemungkinan terjadi fluktuasi harga barang yang ekstrem dan dramatis. 4. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1383 M) Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pasar termuat dalam buku monumental, Al-Muqaddimah, terutama dalam bab harga-harga di kota-kota.” (Price in Town). Ia membagi barang-barang menjadi dua katagori, yaitu barang pokok dan barang mewah. Menurutnya jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, maka harga barang-barang pokok akan semakin menurun sementara harga barang mewah akan naik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penawaran barang pangan dan barang pokok lainnya sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang, sehingga pengadaannya akan diprioritaskan. Sementara itu, harga barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah ini. Di sini, Ibnu Khaldun sebenarnya menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap tingkat harga. Secara lebih rinci ia menjelaskan pengaruh persaingan antara para konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga. Dalam buku tersebut, Ibnu Khaldun juga mendeskripsikan pengaruh kenaikan dan penurunan penawaran terhadap tingkat harga. Ia menyatakan, “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang-barang akan melimpah dan harga-harga akan turun.” Pengaruh tinggi rendahnya tingkat keuntungan terhadap perilaku pasar, khususnya produsen, juga mendapat perhatian dari Ibnu Khaldun. Menurutnya tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sementara tingkat keuntungan yang terlalu rendah akan membuat lesu perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akan kehilangan motivasi bertransaksi. Sebaliknya jika tingkat keuntungan terlalu tinggi perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan konsumen. Ibnu Khladun sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas, namun ia tidak mengajukan saran-saran kebijakan pemerintah untuk mengelola harga. Ia lebih banyak memfokuskan kepada faktor-faktor yang mempengaruhi harga. D. Intervensi Harga Islami Dalam rangka melindungi hak ppembeli dan penjual, Islam membolehkan bahkan mewajibkan pemerintah melakukan price intervention bila kenaikan harga disebebkan adanya distorsi terhadap genuine demand dan genuine supply. Khulafaur Rasyidin pun pernah melakukannya. Kebolehan price intervention ini antara lain karena: 1. Price Intervention menyangkut kepentingan masyarakat, yaitu melindungi penjual dalam profit margin sekaligus melindungi pembeli dalam hal purchasing power. 2. Bila tidak dilakukan pricee intervention maka penjual dapat menaikkan harga dengan cara ihtikar atau ghaban faa-hisy. Dalam hal ini penjual menzalimi pembeli. 3. Pembeli biasanya mewakili masyarakat yang lebih luas, sedangkan penjual mewakili kelompok yang lebih kecil. Sehingga price intervention berarti pula melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mekanisme pasar yang dibangun Islam berdasar norma-norma ajaran Islam yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Dalam Islam yang diperlukan adalah suatu bentuk penggunaan nilai tertentu dan kerja yang produktif harus disusun sedemikan rupa untuk mencapai sistem operasional yang Islami. Dengan tujuan ekonomi tertentu, Islam sangat memperhatikan mekanisme pasar, hanya saja apabila mekanisme pasar tersebut gagal mencapai tujuan ekonomi, maka Islam menganjurkan pihak yang berkuasa untuk mengambil langkah tertentu untuk mencapai tujuan. B. Saran “Tiada Gading yang Tak Retak”. Sebaik apapun karya seseorang pasti terdapat kelemahan/kekurangan di dalamnya. Maka dari itu, kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan adanya kontribusi positif dari semua pihak khususnya dosen pengampu matakuliah ini untuk memberikan penilaian dan penyempurnaan terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah kami ini.   Daftar Pustaka P3EI-UII Yogyakarta. Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2008. Supriyatno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang: UIN Malang Press, 2008. Idri, Dr., & Titik Triwulan Tutik, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Lintas Pustaka Publisher, 2008. Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Tidak ada komentar: