Kamis, 27 Maret 2014

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARI'AH

BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang
Keberadaan lembaga keuangan yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas pembiayaan untuk lebih memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha dalam system perekonomian modern sangatlah dibutuhkan. Lembaga pembiayaan diperlukana guna mendukung dan memperkuat system keuangan nasional yang terdiversifikasi sehingga dapat memberikan alternatif yang lebih banyak bagi pengembangan sektor usaha. Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan melalui diversifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20 Desember 1988 (Paket Desember). 

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat kami ambil beberapa rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 
1. Apa pengertian pembiayaan ? 
2. Apa pengertian perusahaan pembiayaan ? 
3. Bagaimana prosedur/tata cara pendirian perusahaan pembiayaan ? 
4. Apa saja kegiatan usaha peusahaan pembiayaan syariah ? 

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk: 
1. Mengetahui dan memahami pengertian pembiyaan; 
2. Mengetahui dan memahami pengertian perusahaan pembiayaan; 
3. Mengetahui dan memahami proseur/tata cara pendirian perusahaan pembiyaan; 
4. Mngetahui dan memahami kegiatan usaha di dalam peruasahaan pembiyaan syariah. 

 BAB II PEMBAHASAN
 A. Pengertian Pembiayaan Syariah
Pembiayaan merupakan aktifitas bank syariah atau lembaga keuangan syariah non bank dalam menyalurkan dananya kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana (nasabah). Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 
B. Pengertian Perusahaan Pembiayaan 
Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha pembiayaan. Secara umum, perusahaan pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang berkualitas dan pelayanan yang professional untuk menjamin kesetiaan pelanggan. Memanfaatkan sumber daya yang ada secara maksimal untuk memperoleh revenue yang dapat memberikan kontribusi bagi pemegang saham, dan kesejahteraan bagi karyawan. Perusahaan Pembiayaan selain beroperasi menggunakan sistem konvensional juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peruasahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam bank syariah, return atas pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain (bagi hasil) sesuai dengan akad-akad yang disediakan dalam bank syariah. 
C. Prosedur atau Tata Cara Pendirian Perusahaan Pembiayaan
Untuk mendirikan perusahaan pembiayaan syariah ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan, yaitu: a. Calon mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan kepada Menteri Keuangan c.q. ketua Bapepam LK. b. Selanjutnya dari Ketua Bapepam-LK, permohonan diteruskan ke Biro P3. Biro P3 memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan izin usaha PP sesuai PMK No. 84/PMK.012/2006. Jika tidak lengkap maka Biro P3 memberikan surat kelengkapan data. Jika lengkap, maka diteliti informasi Daftar Kredit Macet (DKM) dan Daftar Tidak Lulus (DTL) bagi direksi, komisaris, dan pemegang saham. c. Jika termasuk DKM dan DTL maka Biro P3 mengirimkan surat permintaan kelengkapan persyaratan bagi direksi, komisaris, dan pemegang saham. Jika tidak maka Biro P3 memproses permohonan izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan (PP) sesuai ketentuan dalam PMK No. 84/PMK.012/2006 termasuk melakukan Fit and Proper test bagi direksi, dan komisaris. d. Selanjutnya Biro P3 memberi pertimbangan menerima atau menolak permohonan izin usaha PP. e. Jika pengajuan ditolak, maka Biro P3 mengeluarkan surat penolakan pemberian izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan. f. Jika pengajuan diterima maka dikeluarkan KMK izin usaha sebagai perusahan pembiayaan. Pemberian izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan dilakukan oleh ketua Bapepam LK. g. Selanjutnya perusahaan yang telah memperoleh izin usaha sebagai perusahaan pembiayaan wajib melakukan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal izin usaha ditetapkan. h. Melaporkan kegiatan usaha kepada Menteri Keuangan c.q. Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan (Biro Perbankan, Pembiayaan dan Penjaminan/Biro P3) selambat-lambatnya 10 hari sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha. 
D. Kegiatan Usaha Perusahaan Syariah 
1. Sewa Guna Usaha (Leasinga) Syariah
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan yang dimaksud dengan sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa (lease) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dengan demikian, sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa menyewa. Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa. Sedangkan yang dimaksud sewa guna usaha syariah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Dalam setiap transaksi leasing terdapat paling tidak 5 pihak yang berkepentingan, yaitu: 

  • Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang dan dapat terdiri dari beberapa perusahaan. 
  • Lessee, yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari Lessor. 
  • Supplier, adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada Lessee dengan pembayaran secara tunai oleh Lessor. 
  • Bank terlibat secara tidak langsung dalam kontraktersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor terutama dalam mekanisme leverage lease di mana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank.
  • Asuransi, merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Usaha leasing syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan ijarah muntahiya bi al- tamlik. 1) Ijrah Akad ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan barang kepemilikan barang itu sendiri. Landasan syariah akad ini adalah Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa. 2) Ijarah Muntahiya bi al- Tamlik Adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa. Landasan syariah akad ini adalah Fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al- Ijarah al- Muntahiya bi al- Tamlik atau al- Ijarah wa al- Iqtina’. 
2. Anjak Piutang Syariah 
Anjak piutang (factoring) adalah transaksi pembelian dan/atau penagihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien (penjual) kepada perusahan anjak piutang, kemudian akan ditagih oleh perusahaan anjak piutang kepada pembeli karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan anjak piutang. Sedangkan yang dimaksud dengan anjak piutang syariah adalah kegiatan pengalihan piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut sesuai dengan prinsip syariah. Anjak piutang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah. Wakalah bil Ujrah adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak (muakkil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah). Perlu ditekankan di sini bahwa secara umum pengurusan piutang tersebut haruslah tidak dilakukan dengan cara-cara yang dilarang oleh syariah. Beberapa istilah dalam transaksi anjak piutang yang dapat diketahui secara umum adalah: 
  • Factor (perusahaan anjak piutang), yaitu badan usaha yang mealkukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan, serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. 
  • Client (penjual piutang/supplier), yaitu perusahaan yang menjual dan/atau mengalijkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi perdagangannya kepada perusahaan anjak piutang atau perusahaan yang mendapatkan fasilitas anjak piutang dari perusahaan anjak piutang, baik financing maupun non financing. 
  • Piutang, adalah kewajiban pembayaran customer kepada klien atas barang yang telah dibeli dan/atau jasa yang telah diberikan oleh klient kepa customer. 
  • Customer (nasabah) adalah perusahaan atau pihak ketiga yang membeli barang dan/atau jasa dari klient yang pembayarannya secara kredit atau dapat dikatakan pula perusahaan yang mempunyai kewajiban kepada klient. 
  • Kontrak, adalah perjanjian anjak piutang yang dilakukan oleh dan antara factor dengan klient. 
  • Nilai pembiayaan, adalah besarnya nilai pembiayaan yang dilakukan oleh factor atas tagihan yang ditawarkan oleh klient. 
  • Retention, adalah bagian dana dari anjak piutang yang ditahan oleh factor untuk menutup kemungkinan terjadinya penyesuaian jumlah piutang sebelum jatuh tempo atau dapat pula dikatakan bagian dana dari tagihan yang ditawarkan oleh klient kepada factor. Retention akan dikembalikan kepada klient setelah tagihan kepada customer sudah diterima efektif oleh factor. 
  • Recourse, adalah hak factor untuk menerima pembayaran dari klien apabila piutang yang dialihkan tidak dapat dibayar oleh nasabah pada saat piutang jatuh tempo.
Anjak piutang (factoring) dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah. Wakalah bil Ujrah adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al Muwakkil) kepada pihak lain (al Wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (Ujrah). Landasan hukum akad ini adalah Fatwa DSN-MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah. Proses anjak piutang syariah secara prosedural dapat dijelaskan sebagai berikut: 
  • Supplier (klien) menjual barang atau jasa kepada pembeli (customer). Penyerahan barang dengan D/O (delivery order/surat jalan) yang ditandatangani pembeli. Asli D/O kembali kepada supplier.
  • Karena alas an cash flow (arus kas), supplier atau klien me-wakalah-kan tagihannya kepada perusahaan anjak piutang atas persetujuan pembeli. 
  • Klien menyerahkan data tagihan, termasuk faktur-faktur atau D/O kepada perusahaan anjak piutang.
  • Kontrak persetujuan Wakalah bil Ujrah tagihan antara klien dengan perusahaan anjak piutang. 
  • Klien memperoleh pelunasan piutang dari perusahaan anjak piutang. 
  • Pada saat jatuh tempo perusahaan anjak piutang melakukan penagihan kepada pembeli. 
  • Pelunasan utang oleh pembeli. 
3. Pembiayaan Konsumen Syariah 
Adiwarman A. Karim dalam bukunya “Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan” menyebutkan, bahwa konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan demikian yang dimaksud dengan pembiayaan konsumtif adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumny bersifat perorangan. Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. 
Pembiayaan konsumen termasuk ke dalam jasa keuangan dalam bentuk perusahaan pembiayaan yang dapat dilakukan oleh bank ataupun lembaga keuangan non bank dalam bentuk pembiayaan. Sedangkan pembiayaan konsumen syariah adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. Perusahaan pembiayaan syariah dapat melakukan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran dengan menggunakan akad yang ditetapkan oleh syariah. paada Prinsipnya pembiayaan konsumen dilakukan berdaarkan akad murabahah, salam, dan istishna’. 
Secara umum prosedur pembiayaan konsumen syariah dapat dilakukan sebagai berikut:
  1. Pihak konsumen menghubungi perusahaan pembiayaan untuk mengajukan permohonan pembiayaan yang bersifat konsumtif. 
  2. Perusahaan pembiayaan dan konsumen menyepakati kontrak sesuai dengan akad yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dalam dokumen tertulis secara jelas menerangkan syarat dan ketentuan yang disepakati. 
  3. Penyerahan barang kepada konsumen sesuai dengan permohonan konsumen. 
  4. Konsumen membayar kepada perusahaan pembiayaan sesuai dengan kesepakatan kontrak. 
4. Usaha Kartu Plastik Syariah 
  • Definisi 
Pada dasarnya, kartu plastic adalah kartu yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan tertentu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran sebagai transaksi atau jasa atau menjamin keabsahan cek yang dikeluarkan di samping untuk melakukan penarikan uang tunai. Kartu plastik dalam perkembangannya juga telah diakomodasi oleh lembaga keuangan syariah khususnya dalam Fatwa DSN-MUI No. 42/DSN-MUI/V/2004 tentang Syariah Charge Card dan Fatwa DSN-MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Menurut Fatwa DSN-MUI No. 54, yang dimaksud dengan Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah. Kartu plastic dapat berupa kartu kredit, kartu debit, ATM, dan Charge Card.
  • Pihak-pihak yang terlibat dalam kartu plastic 
Pihak-pihak yang terkait dengan penerbitan dan penggunaan kartu plastic adalah sebagai berikut: 
  1. Bank atau perusahaan pembiayaan baik sebagai penerbit dan pengelola kartu (mushdir al-bithaqah/ issuer). Perusahaan yang khusus akan menerbitkan kartu harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Departemen Keuangan, dan pada bank, maka harus mengikuti ketentuan BI. 
  2. Penjual (tajir atau qabil al-bithaqah/ merchant), yaitu pihak penjual barang dan jasa yang dibeli oleh pemilik kartu dengan menggunakan kartu tersebut. Sebagai tempat belanja, seperti: hotel, super market, restoran, dan tempat-tempat lain di mana bank mengikat perjanjian. 
  3. Pemegang kartu (hamil al-bithaqah/ card holder), yaitu nasabah yang namanya tertera dalam kartu tersebut dan yang berhak menggunakannya untuk berbagai keperluan transaksi. 
  4. Pengelola (acquirer), yaitu pihak yang mewakili kepentingan penerbit kartu untuk menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan kepada pemilik kartu, mealkukan pembayaran kepada pihak merchant.
  • Karakteristik kartu plastic syariah 
Usaha kartu syariah yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah adalah fasilitas jaminan pembayaran untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu sesuai dengan prinsip syariah. Adapun akad yang digunakan dalam penggunaan kartu tersebut adalah akad kafalah, qardh, dan ijarah. 
  1. Kafalah, dalam hal ini penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank penerbit kartu. Atas pemberian kafalah penerbit kartu dapat menerima fee kafalah (ujrah kafalah). 
  2. Qardh, dalam hal ini penerbit kartu adalah pemberi pinjaman kepada pemegang kartu melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank penertbit kartu. 
  3. Ijarah, dalam hal ini penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas dasar ijarah ini, pemegang kartu dikenakan membership fee) 
Di samping itu, kartu plastik syariah memiliki batasan-batasan, yaitu: 
  1. Tidak menimbulkan riba. 
  2. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah. 
  3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (isfaf), dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan. 
  4. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya. 
  5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah. 
Sejauh ini, penerbitan kartu plastic syariah, seperti kartu kredit di Indonesia telah diluncurkan oleh Bank Danamon, yang menggandeng MasterCard menerbitkan DirhamCard dan BII yang memiliki dua produk kartu kredit syariah yakni tipe BII Syariah Card Gold dan Platinum. Sedangkan kartu debit syariah telah banyak dikeluarkan bank-bank atau lembaga yang menggunakan jasa tersebut dan menjadi konsumsi masyarakat yang membutuhkannya, seperti kartu ATM Syariah Plus yang diterbitkan BNI Syariah, Shar-E diterbitkan BMI, sedangkan kartu charge diterbitkan oleh BII Syariah (BII Syariah Card).
 
BAB III PENUTUP 
A. Kesimpulan 
Dari beberapa penjelasan di atas, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
  1. Pembiayaan merupakan aktifitas bank syariah atau lembaga keuangan syariah non bank dalam menyalurkan dananya kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana (nasabah). 
  2. Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus melakukan kegiatan termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan usaha yang dilakukan meliputi: sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu plastik, dan pembiayaan konsumen.
  3. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untutk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 
  4. Usaha leasing (sewa guna usaha) dilakukan berdasarkan akad ijarah dan ijarah muntahiyah bi al- Tamlik, anjak piutang dilakukan berdasarkan akad wakalah bil ujrah, pembiayaan konsumen dilakukan berdasarkan akad murabahah, salam dan istishna’, dan usaha kartu plastik syariah dilakukan berdasarkan akad kafalah, qardh, dan ijarah. 
  B. Saran 
“Tidak ada manusia yang sempurna yang melebihi kesempurnaan yang menciptakannya”. Maka dari itu, kami sebagai penyususn makalah ini mengharapkan adanya kontribusi positif dari semua pihak khususnya dosen pengampu matakuliah ini untuk memberikan penilaian dan penyempurnaan terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah kami ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya para mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan, sehingga makalah ini menjadi bahan rujukan dan dipergunakan dengan baik. 

Daftar Pustaka 
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana, 2010. 
Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Ismail, Drs. MBA., Ak. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.

Tidak ada komentar: