Kamis, 15 Mei 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat akan selalu mengadakan interaksi antarsesamanya yang kemudian mewujudkan adanya kehidupan sosial. Dalam proses interaksi itu, tiap-tiap manusia mempunyai kepentingan. Kepentingan tersebut dapat bersamaan,  berbeda, dan kadang bertentangan. Oleh karenanya, dalam kehidupan bermasyarakat, orang selalu berusaha mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Dalam proses saling mempengaruhi ini, orang biasanya tidak sendiri, tetapi bersama-sama dengan orang lain dalam bentuk organisasi baik formal maupun non formal. Dalam organisasi formal seperti perusahaan, antar karyawan/pekerja akan timbul proses integrasi serta kerja sama.
Dalam tatanan organisasi, manusia sebagai unsur inti organisasi merupakan faktor paling penting sekaligus paling sulit dikelola. Di sini akan dibutuhkan adanya manajer yang memiliki jiwa kepemimpinan yang efektif sehingga akan selalu memotivasi karyawan menuju pencapaian tujuan organisasi.
Dalam rangka mempertahankan eksistensi dan keberlangsungan hidup organisasi tersebut, maka sangat penting dan sangat diperlukan peranan kepemimpinan dan motivasi sehingga konflik-konflik organisasi bisa dihindari.

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latang belakang di atas, penulis dapat memetakan beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pengintegrasian ?
2.      Apa yang dimaksud hubungan antar manusia dalam MSDM ?
3.      Apa pengertian motivasi dan bagaimana teorinya ?
4.      Bagaimana teori kepemimpinan ?
5.      Apa yang dimaksud kesepakatan kerja bersama ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjawab semua pertanyaan dalam rumusan masalah di atas, yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud pengintegrasian.
2.      Untuk mengetahui dan memahami hubungan antar manusia dalam MSDM.
3.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan teori motivasi.
4.      Untuk mengetahui dan memahami teori kepemimpinan, dan
5.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kesepakatan bersama.

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah kita bisa dan mampu memahami permasalahan-permasalahan pengintegrasian dalam MSDM serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam organisasi formal maupun informal.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Pengintegrasian
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan, Sedangkan Integrasi di tinjau dari kamus besar bahasa indonesia artinya yaitu : Pembauran hingga menjadi kesatuan yang utu atau bulat. Jadi, pengintegrasian adalah pembauran antar perusahaan dan karyawan demi mencapai suatu kesempurnaan  organisasi yang secara utuh atau bulat.
Pengintegrasian ialah fungsi operasional manajemen personalia yang terpenting, sulit, dan kompleks untuk merealisasikannya. Hal ini disebabkan karena karyawan/manusia bersifat dinamis dan mempunyai pikiran, perasaan, harga diri, sifat serta membawa latar belakang, perilaku, keinginan, dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam organisasi perusahaan.[1]
Masalah pengintegrasian adalah menyatukan keinginan karyawan dan kepentingan perusahaan, agar tercipta kerja sama yang serasi serta saling menguntungkan.[2]
Tujuan dilaksanakan/diadakannya pengintegrasian adalah untuk memanfaatkan karyawan agar mereka bersedia bekerja keras dan berpartisipasi aktif dalam menunjang tercapainya tujuan perusahaan serta terpenuhinya kebutuhan karyawan.[3]
Metode-metode yang digunakan dalam pengintegrassian di anataranya adalah, 1) Hubungan Antarmanusia (Human Relation), 2) Motivasi, 3) Kepemimpinan, dan 4) Kesepakatan Kerja Bersama.[4]

B.     Hubungan Antar Manusia
Hubungan antarmanusia (human relation) adalah hubungan kemanusiaan yang harmonis, tercipta atas kesadaran dan kesediaan melebur keinginan individu demi terpadunya kepentingan bersama. Tujuannya adalah menghasilkan integrasi yang cukup kukuh, mendorong kerja sama yang produktif dan kreatif untuk mencapai sasaran bersama. Manajer dalam menciptakan hubungan hubungan antar manusia yang harmonis memerlukan kecakapan dan keterampilan tentang komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan etologi, sehingga dia memahami serta dapat mengatasi masalah-masalah dalam hubungan kemanusiaan.[5]
Hubungan natar manusia akan tercipta serta terpelihara dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan individu demi tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian, saeling mengahargai, saling menghormati, toleransi, menghargai pengorbanan, dan peranan yang diberikan setiap individu anggota kelompok/karyawan.[6]

C.    Pengertian dan Teori Motivasi
1.      Pengertian Motivasi
Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak, pada hakikatnya ada secara internal dan eksternal yang dapat positif atau negatif untuk mengarahkannya sangat bergantung kepada ketangguhan sang manajer.[7]
Sedangkan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau pendorong semangat kerja. Sementara motif adalah daya pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak.[8]
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.[9]
Edwin B. Flippo mendefinisikan motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.[10]

Dari definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa motivasi, motivasi kerja dan motif merupakan sesuatu dalam diri manusia (internal) atau melalui pengaruh orang lain (eksternal) yang mampu memberikan semangat pada dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tidak melakukannya.

2.      Teori Motivasi
a)      Teori Jenjang Kebutuhan
Abraham H. Maslow yang terkenal dengan teori jenjang kebutuhan mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia dapat dikategorikan dalam lima jenjang dari yang paling rendah hingga jenjang yang paling tinggi. Jenjang kebutuhan menurut Maslow ini dapat digambarkan sebagai berikut:[11]
1)      Kebutuhan fisiologis, sebagai kebutuhan kebutuhan yang paling mendasar berkaitan langsung dengan keberadaan atau kelangsungan hidup manusia. Perwujudan kebutuhan akan pangan, sandang dan papan merupakan contoh kongkrit dari kebutuhan fisiologis ini.
2)      Kebutuhan rasa aman, bentuk dari kebutuhan rasa aman yang paling mudah disimak adalah keinginan manusia untuk terbebas dari  bahaya yang mengancam kehidupannya.
3)      Kebutuhan Sosial, manusia merupakan makhluk sosial, sehingga suka bahkan butuh berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari yang  lain. Motivasi untuk berafiliasi seperti itu tidak selalu demi persahabatan, namun juga untuk mengkonfirmasikan keyakinannya.
4)      Kebutuhan Penghargaan, melalui berbagai macam upaya, orang inngin dirinya dipandang penting. Hal ini merupakan salah satu contoh dari kebutuhan penghargaan ini.
5)      Kebutuhan Aktualisasi Diri, aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam hierarki, tetapi juga paling kurang dipahami orang. Pada hakikatnya kebutuhan ini mendorong orang untuk mampu melakukan apa yang dia mampu lakukan dalam perwujudan diri yang terbaik.
Terdapat dua prinsip yang merupakan bagian sentral dalam teori tersebut, mendasarkan diri pada kedua prinsip inilah, mekanisme kerja teori ini dapat dipahami. Secara ringkas kedua prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:[12]
1)      Prinsip Kekurangan (The Deficit Principle)
Pada hakekatnya, prinsip ini menyatakan bahwa hanya kebutuhan yang belum terpenuhi atau terpuaskan yang dapat menjadi motivator perilaku individu; kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak lagi berfungsi sebagai motivator. Suatu kebutuhan akan dirasakan timbul dalam diri seseorang karena orang tersebut merasa “kekurangan” sesuatu.
2)      Prinsip Peningkatan (The Progression Principle)
Prinsip ini menyatakan bahwa kelima macam kebutuhan manusia tersebut, kemunculannya berada dalam suatu hierarki atau jenjang yang kuat. Dengan demikian kebutuhan pada jenjang kebutuhan tertentu tidak akan bekerja aktif sebelum kebutuhan pada jenjang di bawahnya terpenuhi terlebih dahulu.
b)      Teori ERG (Excistence, Relatedness, Growth)
Clayton Alderfer mereformulasikan Teori Jenjang Kebutuhan Maslow dengan melakukan modifikasi dan pengurangan dari lima tingkatan menjadi tiga tingkatan atau jenjang kebutuhan yang ia beri nama kebutuhan eksistensi (existence), hubungan (relatedness) dan pertumbuhan (growth). Dari huruf pertama ketiga macam kebutuhan tersebut muncul nama teori ERG tersebut. Apabila dihadapkan dengan teori Maslow, maka kebutuhan eksistensi ini mencakup kebutuhan fisiologis dan keamanan, selanjutnya kebutuhan hubungan sama dengan kebutuhan sosial, sedangkan kebutuhan pertumbuhan mencakup kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri.[13]
c)      Teori Kebutuhan McCleland
Teori ini disebut juga Teori Prestasi (Achievement Theory). Apabila teori Maslow menekankan pada teori jenjang kebutuhan yang sudah ada dalam diri seseorang sejak ia lahir, maka David McCleland dalam teorinya menekankan bahwa kebutuhan seseorang itu terbentuk melalui proses belajar dan diperoleh dalam interaksinya dengan lingkungan. Walaupun di antara kedua macam kebutuhan tersebut terdapat hubungan yang tepat, namun McCleland percaya bahwa lingkungan berperan sekali terhadap kekuatan setiap macam kebutuhan; lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa aktivitas belajar dan latihan di masa dini yang selalu memberi dampak serta memodifikasi kebutuhan yang ada dalam diri seseorang.[14]
Pendekatan McCleland terhadap motivasi ini menekankan pentingnya tiga macam kebutuhan, yaitu:[15]
1)      Need For Achievement. Kebutuhan akan prestasi, adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien, memecahkan masalah, atau menguasai tugas tugas yang sulit.
2)      Need For Power. Kebutuhan akan kekuasaan, yaitu keinginan untuk mengawasi atau mengendalikan orang lain, mempengaruhi prilaklu mereka, atau bertanggung jawab atas orang lain.
3)      Need For Affiliation. Kebutuhan akan afiliasi, yaitu keinginan untuk membangun dan memelihara hubungan yang bersahabat dan hangat dengan orang lain.
Menurut McCleland, orang mengembangkan ketiga macam kebutuhan tersebut dari waktu ke waktu sebagai hasil dari pengalaman hidup pribadinya masing-masing. Seorang pemimpin perlu belajar untuk mengenali diri orang yang dipimpinnya. Preferensi kerja yang ada dalam diri seseorang ditentukan oleh macam kebutuhan yang dominan.[16]
d)     Teori Dua Faktor
Frederick Herzberg mengembangkan suatu teori yang disebut Teori Dua Faktor, yang terdiri dari: 1) faktor higienis, yaitu faktor-faktor yang dapat menyebabkan ataupun mencegah ketidak puasan. Pada hakikatnya faktor ini terdiri atas faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan. Faktor-fator tersebut adalah: a) supervisi teknik b) hubungan antar pribadi c) gaji d) kondisi kerja e) status, dan f) kebijak sanaan. Faktor motivasi yaitu faktor – faktor yang benar benar mebawa pada pengembangan sikap positif dan merupakan pendorong pribadi, dengan kata lain bersifat instrinsik. Faktor faktor tersebut adalah: a) Tanggung jawab, b) Pribadi, c) Kemajuan, d) Pekerjaan itu sendiri, e) Penghargaan, dan f) Kesempatan berkembang.[17]
Salah satu hal yang menarik dari teoriini adalah dalih yang dikemukakan Herzberg bahwa kepuasan dan ketidakpuasan bukan merupakan dua hal yang beerada dalam satu kontinum. Kontribusi utama utama dari Herzberg adalah meningkatkan kepekaan manajer atau pimpinan organisasi terhadap fakta bahwa memperlakukan anggota organisasi secara baik semata belumlah cukup untuk memotivasi mereka. Pimpinan organisasi harus dapat memanfaatkan kemampuan, keterampilan dan bakat dari anggota organisasi melalui menantang, menggairahkan dan memenuhi “sense of achievement recognition and growth”.[18]
e)      Teori Harapan
Pencetus teori harapan ini adalah Victor Vroom yang mengungkapkan perihal upaya kerja yang dilakukan orang dalam lingkungan kerjanya. Sesuatu yang mendasar ingin dijawab oleh teori ini adalah apa yang menentukan kemauan seseorang untuk mencurahkan tenaga dan pikiran dalam menjalankan tugas dari organisasi ?. Teori ini berdalih bahwa motivasi ditentukan oleh paham seorang individu terhadap hubungan antara usaha dengan kinerja dan oleh keinginan atau dambaan terhadap hasil (outcomes) yang dikaitkan dengan berbagai tingkat kinerja. Jadi teori ini melandaskan diri pada suatu logika bahwa: “Orang akan melakukan apa saja yang mampu dilakukan apabila ia mau untuk melakukan”.[19]
Dalam menerapkan teori harapan ini, seorang pemimpin wajib memahami tiga hal berikut:[20]
1.      Harapan (expectancy). Paham seseorang bahwa dengan bekerja ia akan dapat mencapai berbagai tingkatan kinerja.
2.      Instrumentalitas (instrumentality). Paham seseeorang bahwa berbagai hasil kerja akan timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas.
3.      Valensi (valence). Nilai yang dapat diberikan seseorang pada hasil kerja tersebut.
f)       Model Porter dan Lawler
Model yang dicetuskan oleh Lyman Porter dan Edward Lawler (1968) merupakan pengembangan dari teori harapan/ekspektansi, mereka berhasil menyajikan suatu teori motivasi yang komprehensif dengan mengkombinasikan berbagai aspek.[21]
Ada sepuluh aspek yang dikombinasikan dalam model Porter dan Lawler, yaitu sebagai berikut:
1.      Tingkat daya tarik atau valensi dari ganjaran yang akan diperoleh;
2.      Persepsi terhadap kemungkinan sesuatu usaha mencapai tingkat performance tertentu menuju ke ganjaran;
3.      Upaya yang dilakukan;
4.      Performance atau unjuk kerja yang dicapai;
5.      Kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan kapasitas intelektual, serta sifat yang meliputi keuletan, dan kemantapan;
6.      Cara seseorang memandang pekerjaannya, perlu sesuai dengan yang digariskan organisasi;
7.      Ganjaran instrinsik mencakup perasaan riang, bangga, dan sense of competence;
8.      Ganjaran ekstrinsik diberikan oleh pihak lain dalam lingkungan kerja baik dalam bentuk uang maupun penghargaan/pujian;
9.      Kepuasan diperoleh dari kedua macam ganjaran; dan
10.  Persepsi terhadap keadilan atas ganjaran yang diterima.

D.    Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk berbuat guna mewujudkan tujuan-tujuan yang sudah ditentukan. Kepemimpinan selalu melibatkan upaya seseorang (pemimpin) untuk mempengaruhi prilaku pengikut/bawahan dalam suatu situasi.[22]
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.[23]
Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diingankan bersama.[24]
Ada tiga teori yang membahas tentang timbulnya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:[25]
1)      Teori genetis, teori ini mengatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin, karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan, “leaders are born and not made”
2)      Teori sosial, merupakan kebalikan dari teori genetis, yaitu bahwa setiap orang diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup untuk menjadi seorang pemimpin.
3)      Teori ekologis, teori ini merupakan gabungan dari dua teori sebelumnya, yaitu seseorang hanya akan menjadi pemimpin apabila ia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan sejak lahir, kemudian bakat-bakat tersebut ditopang dengan pendiddikan yang teratur dan dikembangkan dengan pengalaman.
Ada beberapa cara/gaya/tipe dalam kepemimpinan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1)      Kepemimpinan Otoriter, yaitu tipe kepemimpinan sentral, artinya pempinan-lah yang memiliki kekuasaan dan wewenag mutlak dalam suatu organisasi/perusahaan. Tipe kepemimpinan seperti ini kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan/karyawan.
2)      Kepemimpinan Partisipatif, adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merassa ikut memiliki perusahaan/organisasi. Apabila kita membandingkan tipe kepemimpinan ini dengan tipe sebelumnya (kepemimpinan otoriter), maka kita akan menemukan perbedaan yang sangat signifikan, yaitu dalam kepemimpinan otoriter falsafahnya adalah “bawahan untuk pemimpin” sedangkan kepemimpinan partisipatif “pimpinan adalah untuk bawahan.
3)      Kepemimpinan Delegatif, ialah tipe kepemimpinan yang mana seorang pemimpin mendelegasikan wewenangnya dengan agak lengkap kepada bawahan. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya.
4)      Kepemimpinan Situasional, menurut tipe kepemimpinan ini, tidak ada satu carapun yang terbaik untuk mempengaruhi orang lain. Gaya kepemimpinan mana yang harus digunakan terhadap individu atau kelompok tergantung pada tingkat kesiapan orang yang akan dipengaruhi.


E.     Kesepakatan Kerja Bersama
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) berperan penting dalam menciptakan pengintegrasian, membina kerja sama, dan menghindarkan terjadinya konflik dalam perusahaan/organisasi. Dengan KKB ini diharapkan permasalahan yang dihadapi karyawan dengan perusahaan dapat diatai dengan baik.[26]
KKB adalah adanya musyawarah dan mufakat antara pimpinan perusahaan dengan pimpinan serikat karyawan (buruh) dalam memutuskan masalah yang menyangkut kebutuhan karyawan dan kepentingan perusahaan. Dengan landasan musyawarah dan mufakat diharapkan tercipta integrasi yang serasi dalam perusahaan. Karyawan menjadi partner kerja sama yang baik bagi perusahaan.[27]
Problem yang sering terjadi dalam KKB adalah seringkali pimpinan serikat karyawan, bukannya memperjuangkan kebutuhan karyawan, tetapi diperalat oleh pimpinan perusahaan untuk menekan kepentingan karyawan. Pada hakikatnya KKB lebih banyak memberikan dampak positif daripada dampak negatif dalam menciptakan integrasi di perusahaan.[28]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengintegrasian ialah fungsi operasional manajemen personalia yang terpenting, sulit, dan kompleks untuk merealisasikannya. Metode-metode yang digunakan dalam pengintegrassian di antaranya adalah: 1) Hubungan Antarmanusia (Human Relation), 2) Motivasi, 3) Kepemimpinan, dan 4) Kesepakatan Kerja Bersama.
Hubungan natar manusia akan tercipta serta terpelihara dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan individu demi tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian, saeling mengahargai, saling menghormati, toleransi, menghargai pengorbanan, dan peranan yang diberikan setiap individu anggota kelompok/karyawan.
Motivasi, motivasi kerja dan motif merupakan sesuatu dalam diri manusia (internal) atau melalui pengaruh orang lain (eksternal) yang mampu memberikan semangat pada dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tidak melakukannya.
Ada tiga teori yang membahas tentang timbulnya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut: 1) Teori genetis, 2) Teori sosial, dan 3) Teori ekologis.
KKB adalah adanya musyawarah dan mufakat antara pimpinan perusahaan dengan pimpinan serikat karyawan (buruh) dalam memutuskan masalah yang menyangkut kebutuhan karyawan dan kepentingan perusahaan.

B.     Saran
“Tidak ada manusia yang sempurna yang melebihi kesempurnaan yang menciptakannya”. Maka dari itu, kami sebagai penyususn makalah ini mengharapkan adanya kontribusi positif dari semua pihak khususnya dosen pengampu matakuliah ini untuk memberikan penilaian dan penyempurnaan terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah kami ini.



DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Ardana, I Komang, dkk. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Manullang M., Marihot Manullang. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2001.



[1] Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), hlm. 135,
[2] Ibid, hlm. 136.
[3] Ibid.
[4] Ibid, hlm.137.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] I Komang Ardana, dkk., Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) hlm. 193.
[8] Ibid.
[9] Malayu S.P. Hasibuan, hlm. 143.
[10] Ibid.
[11] I Komang Ardana, dkk., Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 194.
[12] Ibid, hlm. 195.
[13] Ibid.
[14] Ibid, hlm. 196.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid, hlm. 197.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] M. Manullang & Marihot Manullang, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 2001), hlm. 141.
[23] Malayu S.P. Hasinuan, hlm. 169.
[24] I Komang Ardan, dkk. hlm. 179.
[25] Ibid, hlm. 181.
[26] Malayu S.P. Hasibuan, hlm. 176.
[27] Ibid.
[28] Ibid.

Tidak ada komentar: