BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat akan selalu
mengadakan interaksi antarsesamanya yang kemudian mewujudkan adanya kehidupan
sosial. Dalam proses interaksi itu, tiap-tiap manusia mempunyai kepentingan. Kepentingan
tersebut dapat bersamaan, berbeda, dan
kadang bertentangan. Oleh karenanya, dalam kehidupan bermasyarakat, orang
selalu berusaha mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Dalam proses saling mempengaruhi ini, orang biasanya tidak
sendiri, tetapi bersama-sama dengan orang lain dalam bentuk organisasi baik
formal maupun non formal. Dalam organisasi formal seperti perusahaan, antar
karyawan/pekerja akan timbul proses integrasi serta kerja sama.
Dalam tatanan organisasi, manusia sebagai unsur inti organisasi
merupakan faktor paling penting sekaligus paling sulit dikelola. Di sini akan
dibutuhkan adanya manajer yang memiliki jiwa kepemimpinan yang efektif sehingga
akan selalu memotivasi karyawan menuju pencapaian tujuan organisasi.
Dalam rangka mempertahankan eksistensi dan keberlangsungan
hidup organisasi tersebut, maka sangat penting dan sangat diperlukan peranan
kepemimpinan dan motivasi sehingga konflik-konflik organisasi bisa dihindari.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latang belakang di atas, penulis dapat
memetakan beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu
sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan
pengintegrasian ?
2.
Apa yang dimaksud hubungan
antar manusia dalam MSDM ?
3.
Apa pengertian motivasi dan
bagaimana teorinya ?
4.
Bagaimana teori
kepemimpinan ?
5.
Apa yang dimaksud
kesepakatan kerja bersama ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjawab
semua pertanyaan dalam rumusan masalah di atas, yaitu sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui dan
memahami apa yang dimaksud pengintegrasian.
2.
Untuk mengetahui dan
memahami hubungan antar manusia dalam MSDM.
3.
Untuk mengetahui dan
memahami pengertian dan teori motivasi.
4.
Untuk mengetahui dan
memahami teori kepemimpinan, dan
5.
Untuk mengetahui yang
dimaksud dengan kesepakatan bersama.
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah kita bisa dan mampu
memahami permasalahan-permasalahan pengintegrasian dalam MSDM serta mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam organisasi formal
maupun informal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Pengintegrasian
Integrasi
berasal dari bahasa inggris "integration" yang
berarti kesempurnaan atau keseluruhan, Sedangkan Integrasi di tinjau dari kamus besar
bahasa indonesia artinya yaitu : Pembauran hingga menjadi kesatuan yang
utu atau bulat. Jadi, pengintegrasian
adalah pembauran antar perusahaan dan karyawan demi mencapai suatu
kesempurnaan organisasi yang secara utuh atau bulat.
Pengintegrasian
ialah fungsi operasional manajemen personalia yang terpenting, sulit, dan kompleks
untuk merealisasikannya. Hal ini disebabkan karena karyawan/manusia bersifat
dinamis dan mempunyai pikiran, perasaan, harga diri, sifat serta membawa latar
belakang, perilaku, keinginan, dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam organisasi
perusahaan.[1]
Masalah
pengintegrasian adalah menyatukan keinginan karyawan dan kepentingan
perusahaan, agar tercipta kerja sama yang serasi serta saling menguntungkan.[2]
Tujuan
dilaksanakan/diadakannya pengintegrasian adalah untuk memanfaatkan karyawan
agar mereka bersedia bekerja keras dan berpartisipasi aktif dalam menunjang
tercapainya tujuan perusahaan serta terpenuhinya kebutuhan karyawan.[3]
Metode-metode
yang digunakan dalam pengintegrassian di anataranya adalah, 1) Hubungan
Antarmanusia (Human Relation), 2) Motivasi, 3) Kepemimpinan, dan 4) Kesepakatan
Kerja Bersama.[4]
B.
Hubungan Antar
Manusia
Hubungan antarmanusia (human relation) adalah hubungan
kemanusiaan yang harmonis, tercipta atas kesadaran dan kesediaan melebur
keinginan individu demi terpadunya kepentingan bersama. Tujuannya adalah
menghasilkan integrasi yang cukup kukuh, mendorong kerja sama yang produktif
dan kreatif untuk mencapai sasaran bersama. Manajer dalam menciptakan hubungan
hubungan antar manusia yang harmonis memerlukan kecakapan dan keterampilan
tentang komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan etologi, sehingga
dia memahami serta dapat mengatasi masalah-masalah dalam hubungan kemanusiaan.[5]
Hubungan natar manusia akan tercipta serta terpelihara
dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan individu demi
tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian, saeling
mengahargai, saling menghormati, toleransi, menghargai pengorbanan, dan peranan
yang diberikan setiap individu anggota kelompok/karyawan.[6]
C.
Pengertian dan Teori
Motivasi
1.
Pengertian Motivasi
Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk
melakukan suatu tindakan atau tidak, pada hakikatnya ada secara internal dan
eksternal yang dapat positif atau negatif untuk mengarahkannya sangat
bergantung kepada ketangguhan sang manajer.[7]
Sedangkan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja atau pendorong semangat kerja. Sementara motif
adalah daya pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk
bertindak atau tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak.[8]
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan
kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.[9]
Edwin B. Flippo mendefinisikan motivasi adalah suatu
keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara
berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus
tercapai.[10]
Dari definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa motivasi,
motivasi kerja dan motif merupakan sesuatu dalam diri manusia (internal) atau
melalui pengaruh orang lain (eksternal) yang mampu memberikan semangat pada
dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tidak melakukannya.
2.
Teori Motivasi
a)
Teori Jenjang Kebutuhan
Abraham H. Maslow yang terkenal dengan teori
jenjang kebutuhan mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia dapat dikategorikan dalam
lima jenjang dari yang paling rendah hingga jenjang yang paling tinggi. Jenjang
kebutuhan menurut Maslow ini dapat digambarkan sebagai berikut:[11]
1)
Kebutuhan fisiologis,
sebagai kebutuhan kebutuhan yang paling mendasar berkaitan langsung dengan
keberadaan atau kelangsungan hidup manusia. Perwujudan kebutuhan akan pangan,
sandang dan papan merupakan contoh kongkrit dari kebutuhan fisiologis ini.
2)
Kebutuhan rasa aman, bentuk
dari kebutuhan rasa aman yang paling mudah disimak adalah keinginan manusia
untuk terbebas dari bahaya yang
mengancam kehidupannya.
3)
Kebutuhan Sosial, manusia
merupakan makhluk sosial, sehingga suka bahkan butuh berhubungan dengan orang
lain dan menjadi bagian dari yang lain.
Motivasi untuk berafiliasi seperti itu tidak selalu demi persahabatan, namun
juga untuk mengkonfirmasikan keyakinannya.
4)
Kebutuhan Penghargaan, melalui
berbagai macam upaya, orang inngin dirinya dipandang penting. Hal ini merupakan
salah satu contoh dari kebutuhan penghargaan ini.
5)
Kebutuhan Aktualisasi Diri,
aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam hierarki,
tetapi juga paling kurang dipahami orang. Pada hakikatnya kebutuhan ini
mendorong orang untuk mampu melakukan apa yang dia mampu lakukan dalam
perwujudan diri yang terbaik.
Terdapat dua prinsip yang merupakan bagian sentral
dalam teori tersebut, mendasarkan diri pada kedua prinsip inilah, mekanisme
kerja teori ini dapat dipahami. Secara ringkas kedua prinsip tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:[12]
1)
Prinsip Kekurangan (The
Deficit Principle)
Pada hakekatnya, prinsip ini menyatakan bahwa hanya kebutuhan
yang belum terpenuhi atau terpuaskan yang dapat menjadi motivator perilaku
individu; kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak lagi berfungsi sebagai
motivator. Suatu kebutuhan akan dirasakan timbul dalam diri seseorang karena
orang tersebut merasa “kekurangan” sesuatu.
2)
Prinsip Peningkatan (The
Progression Principle)
Prinsip ini menyatakan bahwa kelima macam kebutuhan manusia
tersebut, kemunculannya berada dalam suatu hierarki atau jenjang yang kuat.
Dengan demikian kebutuhan pada jenjang kebutuhan tertentu tidak akan bekerja
aktif sebelum kebutuhan pada jenjang di bawahnya terpenuhi terlebih dahulu.
b)
Teori ERG (Excistence,
Relatedness, Growth)
Clayton Alderfer mereformulasikan Teori Jenjang Kebutuhan
Maslow dengan melakukan modifikasi dan pengurangan dari lima tingkatan menjadi
tiga tingkatan atau jenjang kebutuhan yang ia beri nama kebutuhan eksistensi (existence),
hubungan (relatedness) dan pertumbuhan (growth). Dari huruf
pertama ketiga macam kebutuhan tersebut muncul nama teori ERG tersebut. Apabila
dihadapkan dengan teori Maslow, maka kebutuhan eksistensi ini mencakup
kebutuhan fisiologis dan keamanan, selanjutnya kebutuhan hubungan sama dengan
kebutuhan sosial, sedangkan kebutuhan pertumbuhan mencakup kebutuhan
penghargaan dan aktualisasi diri.[13]
c)
Teori Kebutuhan McCleland
Teori ini disebut juga Teori Prestasi (Achievement
Theory). Apabila teori Maslow menekankan pada teori jenjang kebutuhan yang
sudah ada dalam diri seseorang sejak ia lahir, maka David McCleland dalam
teorinya menekankan bahwa kebutuhan seseorang itu terbentuk melalui proses
belajar dan diperoleh dalam interaksinya dengan lingkungan. Walaupun di antara
kedua macam kebutuhan tersebut terdapat hubungan yang tepat, namun McCleland
percaya bahwa lingkungan berperan sekali terhadap kekuatan setiap macam
kebutuhan; lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa aktivitas belajar dan latihan di
masa dini yang selalu memberi dampak serta memodifikasi kebutuhan yang ada
dalam diri seseorang.[14]
Pendekatan McCleland terhadap motivasi ini menekankan
pentingnya tiga macam kebutuhan, yaitu:[15]
1)
Need For Achievement.
Kebutuhan akan prestasi, adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan
lebih baik atau lebih efisien, memecahkan masalah, atau menguasai tugas tugas
yang sulit.
2)
Need For Power. Kebutuhan
akan kekuasaan, yaitu keinginan untuk mengawasi atau mengendalikan orang lain,
mempengaruhi prilaklu mereka, atau bertanggung jawab atas orang lain.
3)
Need For
Affiliation. Kebutuhan akan afiliasi, yaitu keinginan untuk membangun dan
memelihara hubungan yang bersahabat dan hangat dengan orang lain.
Menurut McCleland, orang mengembangkan ketiga macam
kebutuhan tersebut dari waktu ke waktu sebagai hasil dari pengalaman hidup
pribadinya masing-masing. Seorang pemimpin perlu belajar untuk mengenali diri
orang yang dipimpinnya. Preferensi kerja yang ada dalam diri seseorang
ditentukan oleh macam kebutuhan yang dominan.[16]
d)
Teori Dua Faktor
Frederick Herzberg mengembangkan suatu teori yang disebut
Teori Dua Faktor, yang terdiri dari: 1) faktor higienis, yaitu faktor-faktor
yang dapat menyebabkan ataupun mencegah ketidak puasan. Pada hakikatnya faktor
ini terdiri atas faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan. Faktor-fator tersebut
adalah: a) supervisi teknik b) hubungan antar pribadi c) gaji d) kondisi kerja
e) status, dan f) kebijak sanaan. Faktor motivasi yaitu faktor – faktor yang
benar benar mebawa pada pengembangan sikap positif dan merupakan pendorong
pribadi, dengan kata lain bersifat instrinsik. Faktor faktor tersebut adalah:
a) Tanggung jawab, b) Pribadi, c) Kemajuan, d) Pekerjaan itu sendiri, e)
Penghargaan, dan f) Kesempatan berkembang.[17]
Salah satu hal yang menarik dari teoriini adalah dalih
yang dikemukakan Herzberg bahwa kepuasan dan ketidakpuasan bukan merupakan dua
hal yang beerada dalam satu kontinum. Kontribusi utama utama dari Herzberg
adalah meningkatkan kepekaan manajer atau pimpinan organisasi terhadap fakta
bahwa memperlakukan anggota organisasi secara baik semata belumlah cukup untuk
memotivasi mereka. Pimpinan organisasi harus dapat memanfaatkan kemampuan,
keterampilan dan bakat dari anggota organisasi melalui menantang, menggairahkan
dan memenuhi “sense of achievement recognition and growth”.[18]
e)
Teori Harapan
Pencetus teori harapan ini adalah Victor Vroom yang
mengungkapkan perihal upaya kerja yang dilakukan orang dalam lingkungan
kerjanya. Sesuatu yang mendasar ingin dijawab oleh teori ini adalah apa yang
menentukan kemauan seseorang untuk mencurahkan tenaga dan pikiran dalam
menjalankan tugas dari organisasi ?. Teori ini berdalih bahwa motivasi
ditentukan oleh paham seorang individu terhadap hubungan antara usaha dengan
kinerja dan oleh keinginan atau dambaan terhadap hasil (outcomes) yang
dikaitkan dengan berbagai tingkat kinerja. Jadi teori ini melandaskan diri pada
suatu logika bahwa: “Orang akan melakukan apa saja yang mampu dilakukan apabila
ia mau untuk melakukan”.[19]
Dalam menerapkan teori harapan ini, seorang
pemimpin wajib memahami tiga hal berikut:[20]
1.
Harapan (expectancy).
Paham seseorang bahwa dengan bekerja ia akan dapat mencapai berbagai tingkatan
kinerja.
2.
Instrumentalitas (instrumentality).
Paham seseeorang bahwa berbagai hasil kerja akan timbul sebagai akibat dari
pelaksanaan tugas.
3.
Valensi (valence).
Nilai yang dapat diberikan seseorang pada hasil kerja tersebut.
f)
Model Porter dan Lawler
Model yang dicetuskan oleh Lyman Porter dan Edward Lawler
(1968) merupakan pengembangan dari teori harapan/ekspektansi, mereka berhasil
menyajikan suatu teori motivasi yang komprehensif dengan mengkombinasikan
berbagai aspek.[21]
Ada sepuluh aspek yang dikombinasikan dalam model Porter
dan Lawler, yaitu sebagai berikut:
1.
Tingkat daya tarik atau
valensi dari ganjaran yang akan diperoleh;
2.
Persepsi terhadap
kemungkinan sesuatu usaha mencapai tingkat performance tertentu menuju ke
ganjaran;
3.
Upaya yang dilakukan;
4.
Performance atau unjuk
kerja yang dicapai;
5.
Kemampuan yang meliputi
pengetahuan, keterampilan kapasitas intelektual, serta sifat yang meliputi
keuletan, dan kemantapan;
6.
Cara seseorang memandang
pekerjaannya, perlu sesuai dengan yang digariskan organisasi;
7.
Ganjaran instrinsik
mencakup perasaan riang, bangga, dan sense of competence;
8.
Ganjaran ekstrinsik
diberikan oleh pihak lain dalam lingkungan kerja baik dalam bentuk uang maupun
penghargaan/pujian;
9.
Kepuasan diperoleh dari
kedua macam ganjaran; dan
10. Persepsi terhadap keadilan atas ganjaran yang diterima.
D.
Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses
mempengaruhi orang lain untuk berbuat guna mewujudkan tujuan-tujuan yang sudah
ditentukan. Kepemimpinan selalu melibatkan upaya seseorang (pemimpin) untuk
mempengaruhi prilaku pengikut/bawahan dalam suatu situasi.[22]
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya
dalam mencapai tujuan organisasi.[23]
Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka
mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang
memang diingankan bersama.[24]
Ada tiga teori yang membahas tentang timbulnya
kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:[25]
1)
Teori genetis, teori ini
mengatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin, karena ia telah dilahirkan dengan
bakat-bakat kepemimpinan, “leaders are born and not made”
2)
Teori sosial, merupakan
kebalikan dari teori genetis, yaitu bahwa setiap orang diberikan pendidikan dan
pengalaman yang cukup untuk menjadi seorang pemimpin.
3)
Teori ekologis, teori ini
merupakan gabungan dari dua teori sebelumnya, yaitu seseorang hanya akan
menjadi pemimpin apabila ia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan sejak
lahir, kemudian bakat-bakat tersebut ditopang dengan pendiddikan yang teratur
dan dikembangkan dengan pengalaman.
Ada beberapa cara/gaya/tipe dalam kepemimpinan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1)
Kepemimpinan Otoriter,
yaitu tipe kepemimpinan sentral, artinya pempinan-lah yang memiliki kekuasaan
dan wewenag mutlak dalam suatu organisasi/perusahaan. Tipe kepemimpinan seperti
ini kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan/karyawan.
2)
Kepemimpinan Partisipatif,
adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif,
menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para
bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merassa ikut memiliki
perusahaan/organisasi. Apabila kita membandingkan tipe kepemimpinan ini dengan
tipe sebelumnya (kepemimpinan otoriter), maka kita akan menemukan perbedaan
yang sangat signifikan, yaitu dalam kepemimpinan otoriter falsafahnya adalah
“bawahan untuk pemimpin” sedangkan kepemimpinan partisipatif “pimpinan adalah untuk
bawahan.
3)
Kepemimpinan Delegatif,
ialah tipe kepemimpinan yang mana seorang pemimpin mendelegasikan wewenangnya
dengan agak lengkap kepada bawahan. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil
keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan
pekerjaannya.
4)
Kepemimpinan Situasional,
menurut tipe kepemimpinan ini, tidak ada satu carapun yang terbaik untuk
mempengaruhi orang lain. Gaya kepemimpinan mana yang harus digunakan terhadap
individu atau kelompok tergantung pada tingkat kesiapan orang yang akan
dipengaruhi.
E.
Kesepakatan Kerja
Bersama
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) berperan penting dalam
menciptakan pengintegrasian, membina kerja sama, dan menghindarkan terjadinya
konflik dalam perusahaan/organisasi. Dengan KKB ini diharapkan permasalahan
yang dihadapi karyawan dengan perusahaan dapat diatai dengan baik.[26]
KKB adalah adanya musyawarah dan mufakat antara pimpinan
perusahaan dengan pimpinan serikat karyawan (buruh) dalam memutuskan masalah
yang menyangkut kebutuhan karyawan dan kepentingan perusahaan. Dengan landasan
musyawarah dan mufakat diharapkan tercipta integrasi yang serasi dalam
perusahaan. Karyawan menjadi partner kerja sama yang baik bagi perusahaan.[27]
Problem yang sering terjadi dalam KKB adalah seringkali
pimpinan serikat karyawan, bukannya memperjuangkan kebutuhan karyawan, tetapi
diperalat oleh pimpinan perusahaan untuk menekan kepentingan karyawan. Pada
hakikatnya KKB lebih banyak memberikan dampak positif daripada dampak negatif
dalam menciptakan integrasi di perusahaan.[28]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengintegrasian
ialah fungsi operasional manajemen personalia yang terpenting, sulit, dan
kompleks untuk merealisasikannya. Metode-metode yang digunakan dalam
pengintegrassian di antaranya adalah: 1) Hubungan Antarmanusia (Human
Relation), 2) Motivasi, 3) Kepemimpinan, dan 4) Kesepakatan Kerja Bersama.
Hubungan natar manusia akan tercipta serta terpelihara
dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan individu demi
tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian, saeling
mengahargai, saling menghormati, toleransi, menghargai pengorbanan, dan peranan
yang diberikan setiap individu anggota kelompok/karyawan.
Motivasi, motivasi kerja dan motif merupakan sesuatu dalam
diri manusia (internal) atau melalui pengaruh orang lain (eksternal) yang mampu
memberikan semangat pada dirinya untuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tidak
melakukannya.
Ada tiga teori yang membahas tentang timbulnya
kepemimpinan, yaitu sebagai berikut: 1) Teori genetis, 2) Teori sosial, dan 3)
Teori ekologis.
KKB adalah adanya musyawarah dan mufakat antara pimpinan
perusahaan dengan pimpinan serikat karyawan (buruh) dalam memutuskan masalah
yang menyangkut kebutuhan karyawan dan kepentingan perusahaan.
B.
Saran
“Tidak ada manusia yang
sempurna yang melebihi kesempurnaan yang menciptakannya”. Maka dari itu,
kami sebagai penyususn makalah ini mengharapkan adanya kontribusi positif dari
semua pihak khususnya dosen pengampu matakuliah ini untuk memberikan penilaian
dan penyempurnaan terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah
kami ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasibuan, Malayu. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Ardana, I Komang, dkk. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Manullang M., Marihot Manullang. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2001.
[1] Malayu S.P.
Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2011), hlm. 135,
[2] Ibid, hlm.
136.
[3] Ibid.
[4] Ibid, hlm.137.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] I Komang
Ardana, dkk., Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012) hlm. 193.
[8] Ibid.
[9] Malayu S.P.
Hasibuan, hlm. 143.
[10] Ibid.
[11] I Komang
Ardana, dkk., Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 194.
[12] Ibid, hlm.
195.
[13] Ibid.
[14] Ibid, hlm.
196.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid, hlm.
197.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] M. Manullang
& Marihot Manullang, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA,
2001), hlm. 141.
[23] Malayu S.P.
Hasinuan, hlm. 169.
[24] I
Komang Ardan, dkk. hlm. 179.
[25] Ibid,
hlm. 181.
[26] Malayu
S.P. Hasibuan, hlm. 176.
[27] Ibid.
[28] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar