Selasa, 18 Maret 2014

Wirausaha Pilihan Hidup

Mengapa Harus Wirausaha?
Pada masa sekarang seorang wirausaha dapat dikatakan sebagai pahlawan ekonomi. Wirausaha mampu mengikis kemiskinan dan pengangguran yang menjadi masalah krusial di negara kita. Dengan kemampuannya melihat bisnis, seorang wirausaha mampu mengubah sumber daya yang tidak dilirik dan diperhitungkan orang lain menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis bagi dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar. Wirausaha memiliki semangat pantang menyerah. Kegagalan merupakan sukses yang tertunda bagi seorang wirausaha sukses. Bagi seseorang yang memiliki spirit kewirausahaan tinggi, 1001 jenis peluang berwirausaha terbuka bagi dirinya. Nilai ibadah bagi seorang wirausaha adalah keinginannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain (job creator), dibandingkan hanya menjadi pegawai di suatu perusahaan atau instansi pemerintah (Job Seeker). Dalam dunia kewirausahaan ada juga seseorang yang bekerja sebagai pegawai, namun tidak puas dengan gaji yang diterima setiap bulannya, berusaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan jalan membuka usaha. Orang-orang yang memilih wirausaha sebagai pilihan hidup turut membantu pemerintah membangun perekonomian nasional.
Pertanyaan yang mendasar adalah mengapa mengapa pertumbuhan wirausaha sangat minim di negara ini? Rendahnya jumlah wirausaha di Indonesia dilatarbelakangi beberapa aspek berikut:
1. Aspek Sosial Budaya
Persepsi masyarakat yang menganggap bahwa "menjadi pegawai" lebih tinggi derajatnya daripada wirausahawan. Persepsi demikian merupakan warisan kolonial karena pada masa itu pribumi yang menjadi pegawai jumlahnya sangat terbatas. Keterbatasan inilah yang kemudian memposisikan pegawai pribumi menempati posisi tinggi dalam struktur sosial kemasyarakatan. Warisan ini berlanjut hingga sekarang, bila kita mengamati konsep orang tua mendidik anak. Dalam mendidik anak, kebanyakan orang tua selalu mengharapkan anaknya mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah atau perguruan tinggi yang baik dan akhirnya mendapatkan pekerjaan serta penghasilan yang baik pula. Jarang kita temui orang tua yang mengarahkan masa depan anaknya untuk menjadi wirausahawan, karena menganggap wirausaha tidak lebih dari seorang "pedagang"! Ada rasa malu bagi orang tua jika anaknya memilih profesi sebagai pedagang.
Kewirausahaan belum berkembang dalam lingkunagan sistem pendidikan kita. Pendidikan kewirausahaan belum menjadi mata pelajaran atau mata kuliah wajib di berbagai jenjang pendidikan, kecuali pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), pendidikan non formal atau program studi yang ada di lingkunagn Fakultas Ekonomi, di perguruan tinggi eks IKIP, khususnya pada program studi Tata Boga, Tata Busana dan Tata Rias, yang memang mengarahkan siswa atau mahasiswanya untuk berkiprah di dunia usaha. Dalam masyarakat kita maasih berkembang budaya untuk tidak mengajarkan segala sesuatu tentang uang kepada anak. Padahal salah satu sifat seorang wirausaha adalah menghargai uang, meskipun uang bukanlah prioritas utama bagi wirausaha sukses. oleh karena itu, pendidikan kewirausahaan tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar.
2. Aspek Politik
Pada ranah politik, belum banyak kebijakan-kebijakan politik yang mengarahkan bertumbuhkembangnya kewirausahaan di tanah air. Dalam sistem perpolitikan, bangsa ini masih disibukkan dengan belajar bagaimana menata sistem demokrasi, sehingga melupakan penataan sistem perekonomian. Hiruk pikuk tawar-menawar bagi kepentinagan partai politik tertentu masih mewarnai aktivitas para anggota legislatif ketika akan meluncurkan produk preundangan yang terkait kebijakan ekonomi prorakyat. Sistem perpolitikan kita masih melupakan konsep bahwa masyarakat demokratis tidak akan tercipta dalam masyarakat yang belum sejahtera secara ekonomi. Kebijakan penataan sistem demokrasi harus seiring dan sejalan dengan penataan sistem ekonomi.
3. Aspek Ekonomi
Kebijakan ekonomi yang dilansir pemerintah belum sepenuhnya menstimulasi perkembangan kewirausahaan di tanah air. Kebijakan membuka kran impor sustu produk seringkali merugikan para pengusaha nasional karena harga produk mereka kalah bersaing dibandingkan produk ekspor. Belum ada mekanisme dan kebijakan yang ideal untuk melindungi prosuk nasional terutama untuk mengantisipasi berbagaiperjanjian perdagangan bebas. Mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 338 juta, negara kita merupakan pasar yang sangat potensial bagi pelemparan produk-produk negara asing. Ketidakberdayaan pemerintah dalam membentengi diri terhadap serangan produk asing tersebut, menyebabkan tidak ada insentif bagi kemunculan wirausaha-wirausaha baru.
4. Aspek Teknologi
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebenarnya memberikan peluang munculnya wirausaha baru. Booming internet dapat dimanfaatkan sebagai ajang untuk membuka usaha atau bisnis. Namun, tingkat literasi yang rendah terhadap teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan potensi ini belum dimanfaatkan sebagai peluang usaha secara optimal. Masyarakat kita massih tergolong pamakai (user) teknologi belum sebagai pencipta (creator). Munculnya tren e-commerce, transaksi elektronik, virtual mall, e-marketing sepertinya dianggapsesuatu yang biasa saja oleh masyarakat kita. hal ini dapat dimaklumi karena kebiasaan bertransaksi masyarakat kita maaasih menggunakan metode konvensional-cash atau tunai. kebiasaan bertransaksi model konvensional tersebut menyebabkan peluang berwirausaha dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi belum tergarap maksimal.

Sumber: Ari Fadianti, M.Si. & Dedi Purwana, M.Buss. "Menjadi Wirausaha Sukses" Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.

Tidak ada komentar: